Saya baru tuntas membaca Novel "Assalamu'alaikum Beijing". Novel yang dibeli pada 25 Juni 2019 ini saya baca secara kredit, sambilan di tengah aktivitas pekerjaan yang saya jalani.
Membaca novel ini semacam menarik saya agar kembali ke jalan yang benar sesuai tuntunan Agama Islam. Agama yang saya imani. Utamanya dalam bagaimana kita berpegang kepada prinsip yang refrensi pokoknya bersumber dari kitab suci agama yang saya imani tersebut. Lebih spesifik lagi; bagaimana kita memaknai pacaran, menjemput jodoh dengan usaha yang sesuai batas-batas yang diperkenankan oleh agama.
Saya klir tuntas membaca novel ini sebenarnya sudah pada hari Minggu, 22 Desember 2019. Kebetulan sekali, malamnya saya menyimak penjelasannya Prof. Dr. Quraish Shihab yang membahas tentang jodoh. Cuma, karena belum ada kesempatan untuk duduk hening-khidmat sebab urusan lain dan pekerjaan, baru hari ini, 25 Desember 2019, di saat orang-orang pada umumnya berlibur, saya anggit tulisan ini.
Novel ini ditulis oleh Asma Nadia yang dunia ke penulisannya juga banyak belajar kepada penulis beken yang dulu saat saya di Pondok Pesantren sering ada di Majalah Annida; Helvy Tiana Rosa.
Tokoh utama novel ini bernama Asmara, disusul kemudian Dewa, Sekar, Ridwan dan Zhongwen.
Di awal, Novel ini mengisahkan sosok Asmara yang berpacaran dengan Dewa; laki-laki ganteng rupawan yang banyak cewek berebut perhatiannya, saat masih sama-sama di kampus. Keduanya saling cinta, sampai keduanya merancang rencana pernikahannya. Cuma, ada peristiwa "kecil" tanpa rencana yang berakibat gagalnya pernikahan Dewa dan Asmara. Cinta keduanya cukup bergemuruh di dalam jiwanya dan pernikahan sebagai konklusi dari cinta tersebut hancur berantakan akibat peristiwa "kecil" tersebut.
Pernikahan yang sudah dirancang, yang tinggal beberapa bulan lagi, kemudian gagal oleh peristiwa "kecil" tanpa rencana tersebut, membuat Asmara memilih "hijrah" ke Beijing, melakukan perjalanan yang di sisi lain membawa visi pekerjaan, di mana, di Beijing itulah ia berjumpa kemudian jatuh cinta dan dinikahi oleh Zhongwen.
Perjalanan cinta Asmara dengan Zhongwen menjelentrehkan perjuangan dan pengorbanan dalam bagaimana meraih dan memperjuangkan cinta sejati kepada pembaca. Tidak sedikit aral yang melintang, termasuk keputusan Zhongwen yang memutuskan untuk memilih iman Islam karena kagum kepada Islam melalui sosok Asmara, yang mampu menarasikan Islam secara memukau sekaligus mencontohkan sikap-perangai hidup yang diajarkan Islam.
Zhongwen jatuh cinta kepada Asmara dan cinta Zhongwen diuji oleh sesuatu yang menurut takaran saya berat; tidak mudah laki-laki mana pun menerima dan beradaptasi dengan kondisi seperti itu, tapi Zhongwen tetap bertahan dengan cintanya kemudian ia menikahi Asmara.
Ada narasi yang penting saya kutip dari novel ini tentang bagaimana pedekate dan pacaran itu:
"Dalam Islam ngak ada kamus pedekate tanpa niat menikah".
"Cinta memang harus dibuktikan, tapi ini tidak boleh menjadi alasan pacarmu meminta lebih dari yang dibolehkan dalam agama".
(Hal. 89)
Kemudian...
"Patah hati perkara manusiawi, tetapi tidak boleh berlarut-larut. Sebab, ketika seseorang berlama-lama dalam perasaan nelangsa, dia kehilangan fokus pada semesta kebaikan yang Allah limpahkan.
Perasaan kecewa, marah dan sedih yang berkelanjutan bisa membuat diri lupa akan begitu banyak hal yang perlu disyukuri".
(Hal. 134)
Lanjut...
"Kita tidak bisa menghindari takdir yang Allah berikan, tapi bisa memilih cara bagaimana menghadapinya".
(Hal. 242)
Peristiwa "kecil" tanpa rencana yang telah memorak-poranda cinta Asmara dan Dewa berikut perjuangan dan pengorbanan Zhongwen dalam memilih iman Islam dan menikahi Asmara menjadi poin penting dalam Novel ini. Saya tidak mau mengulasnya lebih dalam supaya Anda membacanya. 😁
Novel ini sudah di-film-kan, diperankan oleh Revalina S. Temat sebagai Asmara, Morgan Oey sebagai Zhongwen, Laudya Chyntia Bella sebagai Sekar, Deddy Mahendra Desta sebagai Ridwan, Cynthia Ramlan sebagai Anita dan Ibnu Jamil sebagai Dewa.
Aktor-aktris ini saling melengkapi dalam mengaktualisasikan karakter dari masing-masing tokoh dalam novel ini, sedangkan karakter asli dari masing-masing aktor-aktris yang berperan, itu urusan mereka masing-masing. 😁
Menonton film-nya bagus, tapi akan lebih bagus jika juga membaca novelnya.
Novel ini bagian dari dakwah islamisasi yang rahmatal lil a'lamin; mengembalikan pegangan umat Islam yang mulai hilang akibat distorsi yang masuk melalui gaya hidup dan menarasikan Islam dengan cinta dan kasih sayang.
"Pacaran memang sudah menjadi gaya hidup, tapi mari, jangan melampaui batas yang telah ditetapkan".
Kalimat terakhir di atas, ditujukan kepada diri saya sendiri. Tapi bila juga dirasa baik untuk Anda, ya, tidak apa-apa.
Selamat berlibur, Kawan!
😊✌
Komentar
Posting Komentar
Terima kasih telah berkenan memberi komentar...