“Hai manusia, Sesungguhnya kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa - bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal”. (Qs. Al-Hujurat : 13)
Benar memang pendapatnya salah seorang ahli psikologi bahwa orang yang jatuh cinta bukan hanya karna kecantikan dan ketampanan, tapi karena saringnya dalam sebuah kebersamaan. Persahabatan; sering kali menjadi awal dari sebuah jalinan cinta kasih seseorang, kedekatan dan kebersamaan yang didukung oleh intensnya komonikasi akan memperkuat ikatan emosional seorang dalam berteman, kadang kedekatan itu berakhir pada istilah “pacaran”
Pada dasarnya persahabatan itu sangat mulya, bahkan dalam islam sebagai basis agama yang paling banyak panganutnya sangat diapresiasi, Cuma kadang pemaknaan terhadap kata sahabat itu disalah artikan, bahkan kadang juga dijadikan temeng untuk berbuat bejat mendobrak nilai moralitas yang kadung melekat pada masing-masing manusia. Istilah teman tapi mesra (TTM) dan banyak istilah lain yang secara formalnya adalah sahabat tapi prakteknya tak ada bedanya dengan kebiasaan hewan yang kesana-kemari berganti pasangan dalam pemuasan nafsu birahinya. Dari sisi lain, pemaknaan kata sahabat ada juga yang benar-benar semakin meninggikan drajad manusia, saling memotifasi, bertukar pengetahuan, pengalaman menjadi contoh kecil dari sekian banyak contoh makna pertemanan yang sesungguhnya. Idealnya, persahabatan memang seharusnya seperti contoh diatas, tapi terkadang, intensnya sebuah kebersamaan membuat kita terlena akan makna sebuah persahabatan itu sendiri, hal ini memang dirasakan penulis. Batas antara petemanan dan pacaran itu sendiri diibaratkan selaput lendir klitoris wanita, dimana saking tipisnya slaput lendir tersebut kadang mengkaburkan antara teman dan pacar, sehingga tak ayal istilah TTM begitu ngetrend dedengungkan oleh mayoritas orang masa kini.
Bagi penulis pacaran itu boleh-boleh saja, baik pacaran yang diawali dengan persahabatan atau diawali dengan cara lain yang pada intinya adalah pacaran. Cuma perlu digaris bawahi bahwa pacaran yang bermakna adalah pacaran yang saling memotifasi, membangun kompetisi dalam keilmuan, kedewasaan berfikir dan aktifitas positif lainnya yang mendukung terhadap kehidupan lebih baik dan bermkana pada diri, orang lain, dan bangsa. Ditengah mem-booming-nya istilah pacaran yang endingnya adalah kemesuman sangat perlu kita sadari bahwa istilah itu perlu diluruskan, jauhi pacaran ala masyarakat Eropa yang nilai moralnya jauh berbeda dengan moralitas kita yang basisnya adalah islam. Mari kita ganti ruh kata pacaran ala Eropa dengan pacaran yang disarankan dalam islam. Konsep hidup baik dalam islam sebenarnya sudah sempurna tinggal bagaimana kita mau melaksanakan, termasuk istilah pacaran itu sendiri yang dikenal dengan istilah ta’aruf. Kenapa penulis seakan menyamakan istilah pacaran dengan ta’aruf ? karena pada dasarnya istilah pacaran adalah bagimana dapat mengetahui dan memahami lawan jenis secara lebih dalam sebulum memasuki jenjang pernikahan, mulai dari karakter, sifat, kepribadian, akhlak, keilmuan dan banyak lagi yang sangat penting diketehui lebih dalam sebagai barometer untuk dijadikan acuan dan penyesuaian dengan kpribadian kita masing-masing.
Semoga hal ini mudah dilaksanakan semudah saya menulisnya, karena saya sendiri masih sebatas menyadari dan berupaya untuk memaraktekkan.
Tulisan ini terinspirasi dari sebuah kejadian nyata yang terjadi pada saya, waktu saya ikut sekolah filsafat di gedung DPW PKB Jatim. Tulisan ini sebagai otokritik, juga persembahan terimakasih yang tak terhingga pada sahabat Yuni Wulandari yang telah menyadarkan penulis tentang makna sebuah persahatan yang sesungguhnya.
Benar memang pendapatnya salah seorang ahli psikologi bahwa orang yang jatuh cinta bukan hanya karna kecantikan dan ketampanan, tapi karena saringnya dalam sebuah kebersamaan. Persahabatan; sering kali menjadi awal dari sebuah jalinan cinta kasih seseorang, kedekatan dan kebersamaan yang didukung oleh intensnya komonikasi akan memperkuat ikatan emosional seorang dalam berteman, kadang kedekatan itu berakhir pada istilah “pacaran”
Pada dasarnya persahabatan itu sangat mulya, bahkan dalam islam sebagai basis agama yang paling banyak panganutnya sangat diapresiasi, Cuma kadang pemaknaan terhadap kata sahabat itu disalah artikan, bahkan kadang juga dijadikan temeng untuk berbuat bejat mendobrak nilai moralitas yang kadung melekat pada masing-masing manusia. Istilah teman tapi mesra (TTM) dan banyak istilah lain yang secara formalnya adalah sahabat tapi prakteknya tak ada bedanya dengan kebiasaan hewan yang kesana-kemari berganti pasangan dalam pemuasan nafsu birahinya. Dari sisi lain, pemaknaan kata sahabat ada juga yang benar-benar semakin meninggikan drajad manusia, saling memotifasi, bertukar pengetahuan, pengalaman menjadi contoh kecil dari sekian banyak contoh makna pertemanan yang sesungguhnya. Idealnya, persahabatan memang seharusnya seperti contoh diatas, tapi terkadang, intensnya sebuah kebersamaan membuat kita terlena akan makna sebuah persahabatan itu sendiri, hal ini memang dirasakan penulis. Batas antara petemanan dan pacaran itu sendiri diibaratkan selaput lendir klitoris wanita, dimana saking tipisnya slaput lendir tersebut kadang mengkaburkan antara teman dan pacar, sehingga tak ayal istilah TTM begitu ngetrend dedengungkan oleh mayoritas orang masa kini.
Bagi penulis pacaran itu boleh-boleh saja, baik pacaran yang diawali dengan persahabatan atau diawali dengan cara lain yang pada intinya adalah pacaran. Cuma perlu digaris bawahi bahwa pacaran yang bermakna adalah pacaran yang saling memotifasi, membangun kompetisi dalam keilmuan, kedewasaan berfikir dan aktifitas positif lainnya yang mendukung terhadap kehidupan lebih baik dan bermkana pada diri, orang lain, dan bangsa. Ditengah mem-booming-nya istilah pacaran yang endingnya adalah kemesuman sangat perlu kita sadari bahwa istilah itu perlu diluruskan, jauhi pacaran ala masyarakat Eropa yang nilai moralnya jauh berbeda dengan moralitas kita yang basisnya adalah islam. Mari kita ganti ruh kata pacaran ala Eropa dengan pacaran yang disarankan dalam islam. Konsep hidup baik dalam islam sebenarnya sudah sempurna tinggal bagaimana kita mau melaksanakan, termasuk istilah pacaran itu sendiri yang dikenal dengan istilah ta’aruf. Kenapa penulis seakan menyamakan istilah pacaran dengan ta’aruf ? karena pada dasarnya istilah pacaran adalah bagimana dapat mengetahui dan memahami lawan jenis secara lebih dalam sebulum memasuki jenjang pernikahan, mulai dari karakter, sifat, kepribadian, akhlak, keilmuan dan banyak lagi yang sangat penting diketehui lebih dalam sebagai barometer untuk dijadikan acuan dan penyesuaian dengan kpribadian kita masing-masing.
Semoga hal ini mudah dilaksanakan semudah saya menulisnya, karena saya sendiri masih sebatas menyadari dan berupaya untuk memaraktekkan.
Tulisan ini terinspirasi dari sebuah kejadian nyata yang terjadi pada saya, waktu saya ikut sekolah filsafat di gedung DPW PKB Jatim. Tulisan ini sebagai otokritik, juga persembahan terimakasih yang tak terhingga pada sahabat Yuni Wulandari yang telah menyadarkan penulis tentang makna sebuah persahatan yang sesungguhnya.
Komentar
Posting Komentar
Terima kasih telah berkenan memberi komentar...