KEMERDEKAAN DI INDONESIA

Sejak kemarin, 17 Agustus 2010 ‘kemerdekaan’ di negeri masuk pada hitungan yang ke-65 tahun, banyak capaian yang telah, sedang, dan akan tercapai untuk membangun negeri ini dari ketertinggalan dan keterpurukan.
Kemerdekaan dinegeri ini masih belum menghapus kemiskinan, kebodohan, keterpurukan yang tambah hari mengalami peningkatan. Banyak terobosan yang telah dilakukan oleh sebagian warga negeri ini untuk menghapus segala ketidak adilan, kebodohan, dan keterpurukan. Tapi kenapa upaya tersebut justru berbanding terbalik dengan harapan dan keinginan. Hal ini pasti ada yang salah dan menuntut kita bersama untuk mengkaji ulang atas tindakan yang dilakukan oleh para pendahulu kita dalam membangun negeri ini.

Analisa subyektif saya, banyak tindakan dari pendahulu kita yang, tidak ber-prikemanusiaan, ber-keadilan. Praktik manipulatif dan ekploitatif manjadi tradisi umum yang mengakar sampai tingkatan masyarakat bawah, amanah kepemimpinan banyak dipelesetkan untuk membangun kekuasaan kekal dan menumpuk kekayaan. Sebagian orang ada yang terlalu gemuk karena kebanyakan makan, ada juga yang sangat kurus karena kekurangan makan.

Prinsip Kemanusiaan
Jargon pemerintah dalam ‘semua’ misi kemanusiaan, mengandung makna substantif yang justru tidak ber-prikemanusiaan. Contoh kecil, korban penggusuran, masyarakat kecil dan miskin yang selalu menjadi sasaran, alasan basi yang biasa digunakan, penggusuran tersebut dilaksanakan atas dasar undang-undang dan peraturan yang menurut saya sengaja dibuat untuk memiskinkan masyarakat yang sudah miskin. Hal ini bukan berarti saya tidak sepakat pada rumusan pengusuran, tapi akan lebih baik jika rencana penggusuran dirundingkan dan dicarikan solusinya bersama masyarakat yang akan menjadi korban penggusuran. Hal tersebut lebih bermartabat, benar-benar menjunjung hak warga negera untuk berpendapat, tidak melanggar azas permusyaratan sebagaimana di amanahkan pancasila, dan yang lebih penting akan meminimalisir permasalahan baru akibat maksud penggusuran yang telah, sedang, dan sudah dilakukan.

Prinsip Keadilan
Sila ke-5 dalam pancasila prakteknya menjadi sila kosong tampa makna. Tindakan tidak ber-prikeadilan menjadi budaya lumrah dan dianggap biasa-biasa saja mulai dari pejabat pemerintah sampai masyarakat kecil tidak segan melakukan. Hukum dibuat hanya untuk orang miskin dan bodoh, bagi orang kaya dan pintar, hukum justru menjadi alat untuk memiskinkan yang miskin, membodohi yang bodoh yang sangat ironis menjadikan kemiskinan dan kebodohan sebagai lahan untuk mengekploitasi untuk mencapai kekayaan dan kekuasaan. Penegak hukum yang seharusnya menegakkan hukum tampa pandang bulu terjebak dalam jual beli hukum, yang lagi-lagi korbanya adalah masyarakat miskin dan bodoh.

Nah, hal tersebut secuil tragedy yang bisa saya refleksikan untuk memahami kembali akan makna subtantif kemerdekan di negeri yang kaya sumber daya alam ini, dan miskin pengetahuan.

Hati kecil saya bertanya, “ini tanggung jawab siapa?


Komentar