Surabaya-Medan
Pagi yang hening kulangkahkan kakiku untuk menghilangkan kantuk kekamar mandi, disini kutermenung sejenak, melepas kencing yang semalam tertahan. Ah….usai sudah kuberkencing, kulanjutkan dengan berwudu’ kemudian kudirikan sholat malam (isya’ dan Tahajud) yang kadang-kadang kulakukan ini dikala mampu melawan malas. Dalam doa kuteringat bahwa hari ini (Minggu, 14 Nopember 2010) kuterjadwal untuk terbang ke Medan, Sumatera Utara dengan maskapai Air Asia Qz 7610 Boarding Time 08.00 Seat: 27C. maksud terbangku ke Medan tak lain kecuali untuk melepas rindu dengan pahlawan hidupku, yaitu bapak tunggalku yang sudah 4 tahun meninggalkanku demi hidup dan masa depanku, dan keluargaku.
Jam 05:45
Kulangkahkan kakiku ketempat olahraga rutinku, Ekspo. Ya, itu nama panggilan akrab dari halaman parkir Jatim Ekspo Internasional Surabaya yang kata orang milik Pak Dahlan Iskan (Pendiri Jawa Pos) biasa ditempati orang berolahraga. Sekitar 45 menit kutelah gerak-gerakkan badan untuk melepas otot yang kaku, sinar segar matahari pagi menerobos masuk kedalam tulangku dan melancarkan aliran darahku yang sempat kurang lancar akibat dinginnya malamku. Matahari pagi yang menurut orang pinter mengandung vitamin D dirasa cukup setelah menyinariku selama kurang lebih 20 menit di Ekspo
Jam 06.10
Ku pulang kekontrakan, dengan peluh segar yang membajiri tubuhku. Hening sejenak, kudengarkan musiknya orang barat, 1-3 lagu kesukaanku telah mampu mengeringkan keringatku, kulangkahkan kaki kekamar mandi yang telah full airnya karena telah diisi sahabatku Ary Phalosa (kamar mandi ini pada biasanya orang yang mau mandilah berkewajiban mengisi airnya). Tapi pagi itu, sungguh hari yang berbeda dari hari biasanya. Sungguh ‘BERBEDA’. Habis mandi, ku packing barang-barangku untuk kubawa terbang ke Medan. Setelah packing dan memoles diri se-Gantheng mungkin, tiba-tiba sahabatku yang bernama Ary Phalosa memanggil mengajakku makan pagi. Masak dan beli lauk yang sebelumnya dibagi, untuk pagi ini aturan tersebut tidak berlaku lagi. Arilah yang memborong semuannya. Sekali lagi, hari ini adalah hari yang berbeda dari hari-hari biasanya. ‘BERBEDA’
Jam 06.40
Aku berangkat ke Bandara Juanda, lagi-lagi bersama Ari Phalosa dengan sepeda shogunnya. Jam 07. 10 sampailah aku di Bandara Juanda. Kemudian salaman aku dengan Ari, sebagai symbol terimakasihku kepadanya yang begitu besar, khususnya dalam pemberangkatanku ke Medan, mulai proses pengurusan karcis, survie, sampai aku benar-benar terbang Surabaya-Medan.
Sueeerrrrrrr….udara dingin segar menyambutku, tatkala aku memasuki ruangan untuk mengurus ticket dan memastikan boarding pasku. Dengan kocek Rp.30.000,-(retribusi untuk pelayanan jasa penumpang bandar udara Juanda Surabaya) kuambil ticket pesawatku. Kemdian kulangkahkan kaki menuju ruang tunggu penerbanganku, sebagaimana arahan petugas yang memberikan ticket padaku. Belum sampai diruang tunggu, tiba-tiba ada cewek cantik memanggilku meminta ticket dan KTP-ku, kemudian cewek cantik tersebut meminta uang kepadaku Rp.20.000,- tampa kutahu untuk pembayaran apa. Tampa banyak tanya kukasih uang yang diminta. Masih tetap dengan kebenggonganku, (biasa, baru pertama orang desa sepertiku mau naik pesawat. hehehe) Setalah ticket kuambil lagi, longa’-longo’ kepalaku untuk memastikan langkahku menuju ruang tunggu. Dengan arahan cewek cantik tersebut kumelangkah keruang tunggu. Ketika mau mau masuk, seorang cewek menghadangku untuk memastikan ticket dan KTP-ku. Masuki pemeriksaan ke-dua, ticketku di scrinig yang mungkin dimasukkan pada database maskapai penerbanganku/pengelola bandar udara Juanda Surabaya. Pemeriksaan ke-tiga, barang bawaanku dimasukkan pada mesin deteksi barang, termasuk diriku tak luput dari pemeriksaan, mulai dari ujung rambut-kaki tidak lepas dari pemeriksaan alat deteksi.
Ah………usai sudah aku diperiksa, lengak-lengok kanan kiri. Tampat duduk dalam ruang tunggu terisi orang-orang yang posisinya sama-sama menunggu keberangkatan sepertiku. Kulangkahkan kaki kesamping kanan, ternyata ada tempat duduk yang tinggal satu, berbekal kata permisi kuletakkan pantatku dikursi yang kosong bokong tersebut. Lega, kududuk, ah, didepanku ternyata ada dua cewek cantik yang telah kutahu sebelumnya. Dengan calana pendek kira-kira tak kurang dari 20cm. kulit putih, wajah cantik nan imut plus kacamata hitam melengkapi kecantikan cewek tersebut membuat mataku sesekali tidak menyia-nyiakan kesempatan untuk memolototinya, mataku kucoba mengalihkan perhatian akan pemandangan jarang tersebut, membangun perbincangan dengan orang yang menerut pengakuannya berasal dari Bima, Nusa Tenggara Barat tujuan terbang Mataram. Selang beberapa menit kemudian, dua cewek cantik tersebut melangkahkan kaki menuju pesawat yang akan membawanya ke Mataram. Hilang sudah pemandangan indahku, eh ada yang lupa, dua cewek cantik tersebut kulit putihnya tergolong tidak mulus, entah itu bekas luka, gatal-gatal, atau apa, yang penting kuputuskan cewek tersebut tidak ‘MULUS’. Ketidak mulusannya kutemui kutemui karena pakaian “You Can See’ yang dikenekannya. Hehehe…(semoga tidak tergolong dosa aku mengomentarinya).
Jam 08.30
Dari duduk manisku dengan setumpuk korang Kompas yang sengaja kubawa tiba-tiba ada panggilan untuk penumpang pesawat Air Asia Qz7610 tujuan Medan untuk segera memasuki pesawat. Dengan pasti kuberjalan kepintu keluar menuju terowongan yang menyambungkan ke pintu pesawat Air Asia. Setelah berjalan dalam terowongan cukup panjang, sampai juga aku di pesewat yang udara ACnya terasa sejuk. Untuk sekedar diketahui, sejak saya masuk Bandara sampai saya duduk manis di pesawat, saya merasakan udara AC yang nyamannya luar biasa, tidak rugi lah saya bayar Rp.30.000,- pajak masuk Bandara Juanda Surabaya. Dalam pesesat, saya langsung duduk dikursi yang kosong agak kedepan. Eh ternyata, kursi duduk yang kududuki ternyata kursi yang sudah di booking oleh orang. Binggung?. Dengan pasti kusampiri pramugari cantik sambil lalu menunjukkan ticket yang kubawa. Dengan senyum manis dan keramahanya saya dipanda kukursi sesuai dengan kursi nomor bookingku. Sampai dikursi tersebut, setelah kumelatakkan barang bawaan dibegasi pesawat, kududuk dinomor kursi 27C. sambil lalu menunggu penumpang lain yang masih memastikan nomor kursinya, saya baca kembali korang Kompas yang sengaja kubawa dari kontrakan. Selang beberapa menit, pas dititik 08.40 pramugari menyampaikan pesan-pesan keselamatan, diantaranya yang kudengar adalah: Pertama, memastikan HP, Radia, dan alat elektro yang memancar gelombang untuk di non aktifkan. Dua, pasanglah sabuk pengaman yang sudah disediakan. Tiga, pelajari pemakaian baju pelampung sebagai upaya penyelamatan diri ketika terjadi hal-hal yang tidak diinginkan. Empat, air di kamar kecil jangan sampai jatuh pada lantai, karena dimungkinkan akan terjadi konsleting pada aliran listrik yang ada dibawah kabin pesawat. Lima, dilarang merokok dengan alasan apapun, termasuk dikamar mandi. Setelah pramugari menyampaikan pesan-pesan, pesawat mulai bergerak untuk segara ancang-ancang mulai terbang. Sueeeennnnnngggg…..mengeras bunyi mesin pesawat. Dengan ancang-ancang yang sudah direncanakan, pesawat berlari kecang yang pada akhirnya terbang. Ya terbang……sejak aku hidup, baru kali inilah merasakan terbang…..terbang mengendarai Air Asia maskapai penerbangan milik orang Malaysia yang harganya lebih murah dari maskapai dalam negeri, Garuda Indonesia. Kuterbang…ya kuterbang….setelah posisi pesewat sebagaimana disampaikan pramugari sudah aman untuk melakukan aktifitas kecil dalam pesawat, maka terbesit dalam fikirku untuk kekamar kecil berkencing. Sebelum masuk ke kamar kecil, kuamati ada mungking lima kursi pesawat yang kosong. Habis kencing tampa persetujuan pihak manapun, saya langsung menempati kursi kosong paling pinggir yang memungkinkan aku melihat seluas dan sebebasnya alam diluar. Huft….dengan takjub, kuhanya bergumam “Robbanaa Maa Kholaqta Haadha bhaatila, subhaanaka Faqina Adhabannar”. Akan kebesaran Allah yang telah menciptakan bumi beserta isinya sangat indah. Hal yang menurutku besar waktu saya amati dibumi, ternyata terlihat kecil dilihat dari udara yang hanya beberapa ratus kaki dari bumi. Semaking tinggi pesawat, semakin kecil tanda-tanda besar yang ada dibumi. Terbesit dalam otakku, “apakah manusia masih akan menyombongkan diri, wong bangunan yang paling besarpun dibumi sangat kecil bila dilihat dari udara, apalagi isi dari bangunan tersebut yang salah satunya terdiri dari manusia?”.
![]() | ||
Bapak Saya, Madnasir |
Jam 11.35
Pesawat mendarat di Bandara Polonia Medan, Sumatera Utara. Kuturun, kemudian kumasuk ruang kedantanggan dibandara tersebut. Sambil lalu Calling Bapakku yang akan menjemputku, kukekamar kecil bandara untuk sekedar melepas kencing kembali. Selang beberapa menit, kubenar-benar bertemu Bapakku yang sudah lebih 4 tahun tidak bertemu. Setelah pelukan melepas kangen, kuberjalan bersama Bapak dan orang lain yang menjemputku ke Bandara menuju kendaraan umum yang akan mengantarkan ketempat dimana aku akan bertempat tinggal sajak 14-19 November 2010 bersama Bapakku sang pahlawan hidupku.
Jam 12.20
Kira-kira jam segitu saya sampai dirumah kakek tiriku, salaman, duduk, kemudian makan siang, baru pertama kali sejak hidup kedunia merasakan masakan khas orang Medan. Ups….masakannya kurang pas dengan lidahku yang berlatar Madura. Makan, sekadar menghargai hidangan yang sudah disiapkan. Habis makan, kemudian mandi, sholat, dan istirahat.
Malam pertamaku di Medan
Sungguh berbeda waktu malam dinegeri orang, suasananya jauh berbeda dengan daerah dimana kubesar dan berdiam. Jika Surabaya suasana malamnya bagiku penuh dengan hiruk pikuk keramaian kota, Medan justru kutemukan damai dan tentram, karena mungkin tempat yang kutempati agak masuk kedalam. Malam kulalui dengan melangkahkan kaki kehalaman rumah. Ah….ternyata segarnya…luar biasa….keindahan lain yang tidak kutemui di Madura dan Surabaya kerlap kerlipnya tanah diterpa sinar rembulan yang kebetulan pada waktu itu jatuh pada tanggal 8 Dzulhijjah 1431 H. Kunikmati segarnya udara, indahnya tanah pada waktu tersebut ditemani sekali-kali gonggongan anjing yang kata kakek milik bos mebel di depan rumah. Lama kudiluar, kemudian suara Bapakku memanggilku untuk segera makan malam yang hampir kulupakan lantaran karena saking asyiknya menikmati pemandangan dan suasana yang tidak pernah kurasakan.
Habis makan, kududuk dimeja tamu, sambil kubuka dan kubaca buku yang kubawa, “Centurygate, Mengurai Konspirasi Penguasa-Penguasa”, terbitan Kompas 2010. selang dua jam kemudian, Bapak menghampiriku, kemudian mulailah kami berdua ngobrol banyak hal, terutama mengenai perjalan Bapakku yang kurang lebih 4 Tahun lamanya, habis bapak bercerita, saya kemudia juga bercerita banyak hal tentang perjalanan hidupku, di ending perbincangan, bapakku berujar, “Lakoni lakonah, cheleni chelenah (Lakukan pekerjaanmu, Jalani Jalanmu). Hidupmu tidak akan sama dengan hidupku. Kemudian, ku masuk kamar tidur, yang kebetulan kamar tersebut kamar Mansur, adek dari istri bapakku. “Bismikallahumma Ahyaa Wa amut”.
Jam 04.00
Kuterbangun dari tidurku, mauku sih mau sholat Subuh, tapi karena baru pertama ku bangun dikamar orang, kutakut melangkahkan kaki kekamar mandi lantaran penghuni rumah tersebut belum ada tanda-tanda terbangun, kecuali Bapakku yang jam 02.00 sudah mendiam di Mosholla sebelah. Takutnya melangkah diimbangi dengan rasa malesku untuk bangun karena udara dingin seger seakan memintaku untuk memperbaiki sarung sebagai selimut tidurku untuk kembali kedunia mimpi. Ah…benar-benar terasa, jam 07.00 aku baru terbangun. Mansur yang tadi malam bahkan waktu masih jam 04.00 masih disebalahku ternyata sudah tiada. Kuturun dari ranjang menuju kamar mandi, ups…ternyata air benar-benar dingin, kuambil pelan, kusiramkan kemuka untuk sekedar menyegarkan muka yang semalaman diselimuti sarung karena dinginnya malam. Maksudku mau mandi, tapi terasa tidak kuat badan kurusku karena dingin yang begitu hebat. Sholat subuhku menghilang bersama kokok ayam yang sudah berlalu. Setelah rapi-rapi. Ibu tiriku membuatkan teh hangat untukku dan Bapakku, Sruput…Bapak sambil merokok, aku sendiri geleng-geleng kepala karena dingin.
Senin, 15 Nopember 2010
Setelah minum teh, kakekku mau ngurus sesuatu ke kontor desa, beliau mengajakku, awalnya aku tidak mau, tapi karena paksaan bapakku, aku ikut. Dari kantor desa satu ke kantor desa yang lain kakek datangi untuk urusan KTP dan urusan catatan sipil lainnya. Perjalanan bersama motor metic yang sudah di protoli oleh anak kakek sungguh perjalanan yang mengasyikkan sekaligus menyebalkan. Asyik kerana menyaksikan bangunan dan pemandangan sekitar yang tidak kutemukan di Surabaya dan Madura. Sebal, karena jalanan berdebu dan penuh lubang.
Jam 14.30
Sampailah aku dirumah setelah melakukan ekpedisi bersama kakekku yang kebetulan ditengah perjalanan tadi singgah ke rumah Makan milik orang jawa, makanan yang menurutku tergolong mahal ini enak dan pas dengan selaraku, sambal, bumbu, terasa pas dilidah…dirumah karena kecapean, kukekamar tidur dengan ditemani buku bacaan yang kubawa. Tampa doa, ketertidur dengan pulasnya…….
Jam 18.00
Setelah kusegarkan badan, ternyata kusadar, bahwa malam ini adalah malam Hari Raya Qurban 1431 H. kuingat rumahku di Madura, air mataku menetes tampa kusadari, baru pertama kali sejak hidup berhari raya tidak berkumpul bersama keluarga, kecuali dengan Bapakku yang sudah 8 kali hari raya tidak bersamaku. Kutelpon ibuku dirumah, ternyata, Ya Allah….Sungguh haru, ibuku menangin tidak tahan menahan haru, akupun ternhanyut dalam samudara tangis rindu yang sama-sama melanda. Kerena tidak tahan, kumatikan teleponku. Setelah kumenenangkan diri. Kubawa tubuh kurusku keluar rumah untuk menikmati malam yang indah sebagaimana malam pertamaku di Medan. Berselang beberapa menit, mantu kakekku datang, tiba-mengajakku untuk berjalan-jalan keluar menikmati kota Medan. Setelah mantu kakekku menelpon temannya, kukeluar sama-sama menapaki jalan berdebu dan berlubang menuju jantung kota.
Perjalananku di Malam hari Raya
Dengan sisa rasa kangan sama ibu di kampung halaman Madura kulangkahkan kaki keluar rumah menyusuri jalan berlubang dan berdebu. Jantung kota menjadi tempat tujuanku malam itu. Dalam perjalanan bersama beberapa teman baru, ternyata disamping kanan-kiri didominasi oleh kaula muda yang juga berduyun-duyun mau ke jantung kota. Sampai dipertengahan jalan kuterhenti di salah satu SPBU, disitu saya dan kawan-kawan mangkal sejenak, karena saya bosan dan sudah capek memandang kanan-kiri yang berdebu plus sumrawutnya lalu lintas saya mendesak kawan baru saya untuk segera balik kerumah istirahatku dengan mencari jalan pintas yang dianggap pantas. Saya bilang kasian anak kacil yang bernama Citra yang kala itu ikut salah satu teman saya kekota. Kupulang.
Dalam perjalanan berangkat-pulang banyak hal yang kulihat, mulai dari semrawutnya lalu lintas kota sampai pada PKL yang menyediakan tempat remang-remang dengan maksud yang saya tidak tahu, Cuma saya lihat, masing-masing tempat terisi orang muda-mudi yang rata-rata berpasangan.
Hari Hari Raya
Hari raya, ketika dikampung Madura, bangun pagi, mandi dan berkemas untuk berangkat ke Mosholla untuk solat Idd di Medan tidak saya lakukan, saya malah asyik melihat sholatnya Pak Sby dan beberapa mentrinya di Masjid Istiqlal Jakarta sampai pesan-pesan hari rayanya kulahap habis, habis nonton, kusarapan pagi kemudian kulanjutkan tidur pagi.
Medan-Surabaya
Untuk hari Rabu-Kamis seganja tidak saya refleksikan karena dua hari tersebut saya anggap adalah hari yang tidak meniggalkan kesan yang penting untuk diabadikan. Hehehe…
Tibalah saya pada jumat, 19 Nopember 2010 untuk segara terbang lagi ke Surabaya dengan pesawat Air Asia yang nomor dan tempat duduknya sudah saya lupakan. Saya diantarkan oleh kakek saya kebandara Polonia Medan Sumatera Utara, sampai dibandara saya langsung masuk bandara. Saya ikut antrian pemesanan begasi, eh ternyata barang bawaan saya cukup diletekkan dibegasi yang tampa membayar kembali. Setelah mengurus ticket, saya langsung nyelonong masuk kuruang tunggu pemberangkatan. Diruang pemberangkatan saya menunggu pesawat kurang lebih 15 menit, setalah ada panggilan untuk segera naik pesawat saya langsung menuju pintu keluar ruang tunggu bandara, eh ternyata saya masih disuruh balik untuk membayar pajak Bandara ke locket yang terletak di dalam sana, dengan sigap dan merah saya pada petugas melangkah ke locket sebagaimana ditunjukkan tadi. Serba cepat kulakukan, mulai langkah dan pengurusan lain. Dengan terburu-buru saya memasuki pesawat. Sampai dalam pesawat saya baru lega. Ah, perjalanan balikku Medan-Surabaya selama dalam pesawat tidak penting direfleksikan, karena saya anggap tidak ada bedanya dengan pemberangkatanku Surabaya-Medan.
Jam 14.45
Kurang lebih pada jam tersebut, pesawat sudah mendarat di Bandara Internasional Juanda Surabaya, sahabat Ary Ardila sudah bekenan menjemputku. Kupulang, dengan perut lapeeer….setelah menikmati semangkok soto ayam dan segelas es teh bersama Ary, kumenuju kontrakan. Ku lepas, kemudian kutertidur pulas……
akuhh terharu bacanya ,
BalasHapussangat , ,