Hari ini (Selasa, 17 Mei 2011), kaum Budi’s merayakan hari raya waisak yang 2555 2011. Perayaan ini dimaksudkan untuk mengenang ajaran sang pencetus agama budi’s yang ajarannya saat ini sudah mendunia. Sinddharta Gautama menjadi panutan layak yang sampai saat ini ajarannya penting untuk tetap dipertahankan. Demi kemaslahatan dan perdamaian. Hari raya ini juga menjadi hari libur nasional, karena saking ‘hormatnya’, hari sebelumnya (Senin, 16 Mei 2011) yang mestinya menjadi hari aktif, diputuskan oleh pemerintah menjadi hari cuti bersama. Walaupun keputusan itu terkesan mendadak (diputus pada Jumat, 13 Mei 2011).
Apa yang bisa dpetik dari perayaan ini?
Melihat persoalan bangsa akhir-akhir ini, tambah hari tambah banyak dan sedikit yang terselesaikan, bahkan yang terselesaipun, masih setengah-setengah dan terkesan penyelesaiannya dimanipulatif. Kasus lama yang kembali di ungkap, pelanggaran HAM pada waktu proses penumbangan presiden soeharto 1998, kasus suap terkait kemenangan Miranda Goeltom sebagai deputi Bank Indonesia pada tahun 2004, Bank Century yang sengaja dilupakan, dan yang terbaru, kasus korupsi pembangunan wisma Atlet menyambut Sea Geam 2011. Ini satu dari sekian ribu kasus yang melanda negeri ini. Kenapa saya berani bilang ribuan?, persoalan-persoalan yang kita ketahui melalui media, itu bagian terkecil dari kasus besar yang melanda negeri ini. Kasus yang jarang kena jepretan kamera wartawan menjadi pemandangan lumrah yang kerap kali kita ketahui dan temui setiap hari.
Kembali lagi kepada perayaan waisak 2555, Sinddharta Gautama sebagai pencetus agama Budi’s, ajaran fenomenalnya adalah perdamaian dan kemaslahatan. Menghindari kerakusan, menolak perpecahan, menjunjung persatuan. Pesan-pesan ini sangat berkesuaian dengan dasar ideologi bangsa kita, bangsa yang berideologi pancasila. Yang menjadi masalah saat ini adalah, masyarakat Indonesia masa kini, sedikit yang faham tentang dasar ideologi yang menjadi dasar pijakan hidup berbangsa dan bernegara ini. Parahnya mereka yang sebagaian kecil paham, justru jauh dari nilai-nilai pancasila itu sendiri. Praktik kesehariannya lebih kepada invidualistik, koruptif, hidonis’m dan tindakan-tindakan distruktif lainnya. Hal tersebut diperparah oleh orang yang mestinya menjadi contoh, tindakan dan perkataannya jauh dari nilai-nilai pancasila.
Kenapa hal itu terjadi?
Masyarakat Indonesia terbangun dan merdeka dari paradigma penjajah yang menpunyai sikap dan sifat yang sampai saat ini sulit untuk dihilangkan, khususnya budaya korupsi, kolusi dan nipotis’m. Ditambah lagi, agenda negara maju dalam menguasai negara berkembang cukup dengan sajian-sajian yang bisa mendukung terhadap rencananya. Ide-ide murni yang mengancam dan lahir dari orang asli pribumi seganja dimandulkan melalui transaksi politis dalam mendapat legitimasi formal. Orang-orang yang bermain dipentas politikpun tidak bisa terlepas dari kepentingan diatas, seorang politisi harus bayar mahal, karena politisi bagian dari rakyat yang sengaja dimiskinkan, maka tidak boleh tidak jika mau jadi politisi harus mencari jalan instan, termasuk bila mau menjual aset negeripun kepada yang mempunyai kepentingan. Lagi-lagi, semua tindakan, keputusan, dan perkataan tidak lepas dari tendensi kepentingan yang justru membuat negeri ini akan semakin terpuruk. Saya yakin, ideologi pancasila, sebagai dasar pijakan negeri ini bangkit, menjadi representasi sebagian kecil masyarakat yang mempunyai kesadaran bahwa negeri ini harus melawan terhadap tindakan yang mengancam hancurnya negeri ini ditangan masyarakatnya sendiri atas tendensi negeri orang yang mempunyai kepentingan. Negeri ini merdeka secara de jure, tapi de fakto perlu dipertanyakan ulang, mengingat, semua aturan dan hukum dinegeri ini masih menggunakan hukum dan aturan negeri orang.
Semangat waisak 2555 semoga bisa menjadi inspirasi untuk bangkit dan melawan ketidak adilan....
0 Komentar
Terima kasih telah berkenan memberi komentar...