SEPARUH PERJALANAN DI DESA ORANG

-->
Sudah banyak yang saya dapatkan dari pembelajaran didesa Duren Kec. Pilangkenceng Kab. Madiun Jawa Timur. Dari setiap deminsi kehidupan yang terjadi, banyak sisi menarik yang layak saya urai dalam tulisan ke-3 selama saya ngelmu didesa ini.
Pendidikan
Pendidikan didesa ini, tidak jauh beda dengan pendidikan yang berkembang di daerah lain di Indonesia, kecenderungan masyarakat dalam membimbing putera-puterinya dalam belajar lebih kepada pendidikan formal sebagaimana materi-materi yang disajikan oleh sekolah formal. Semangat anak sejak SD sudah ditanami semangat belajar dibidang materi yang disajikan sekolah formal, seakan sudah tertanam dalam otak anak sekolah untuk menjadi seorang yang berjiwa mikanik dimasa yang akan datang, terbukti, ketika saya tanya, “apa cita-cita anda?”, jawabanya banyak yang mau jadi dokter, guru bahasa inggris, guru matematika, guru fisika, pembuat mobil, dan cita-cita lain yang sifatnya mikanis. Yang bercita-cita untuk menjadi guru agama belum saya temukan dalam jumlah yang sepadan dengan jumlah anak yang  bercita-cita jadi guru ‘mikanis’ diatas. Dari ini, sudah bisa sedikit terpotret, 10/20th yang akan datang kondisi desa ini. Lembaga pendidikan yang berbasis agama sedikit peminatnya, itupun waktunya tidak lama. Dalam lembaga tersebut rata-rata hanya diajarkan bagaimana ngaji al-Quran, lembaga yang mengajarkan materi lain yang berbasis agama hanya satu yang saya temui, itupun terbatas pada pembelajaran baca kitab turots/kuning. Ilmu nahwu, shorrof, dll. sebagai ilmu alat dalam memahami kitab al-Quran, hadits, dan kitab kuning. Waktu dalam belajar agama, sangat terbatas dan pendek. Jam 07:00-11:00 semua anak mayoritas belajar disekolah formal. 12:00-15:00 sebagian besar yang masih SD dan SMP melaksanakan les private ke guru-guru private dibidang ilmu (sekali lagi) yang diajarkan sekolah formal. Yang sering saya temui, IPA, IPS, Fisika, Matematika, B. Inggris. Selain matari ini ada tapi sedikit. Saya tahu karena kelompok KKN saya setiap Jam 12:00-15:00 hampir tiap hari diminta untuk nge-les anak SD dan SMP. Baru jam 16:00-17:00 ada sebagian anak yang belajar ngaji kelembaga agama (TPQ). Jam 18:00-20:30 kembali banyak yang datang ke posko KKN untuk minta diajari ilmu ‘mekanik’ sebagaimana jam 12:00-15:00. Menurut penuturan salah satu guru TPQ yang saya temui, keberadaan TPQ, tambah hari semakin memperihatinkan. Semakin mengecil peminatnya. Tanpa bisa mengurai apa kira-kira masalah yang dihadapinya. Menurut saya, berdasarkan penulusuran saya pada masyarakat sekitar, bahwa, pola pikir masyarakat sudah bermental mikanik, terbukti, dari sekian banyak jawaban dari satu pertanyaan yang saya ajukan, “Apak harapan bapak/ibu atas anaknya kelak?”. Menjadi Pegawai, pejabat di instansi pemerintahan, dokter. “mengapa punya keinginan untuk menjadi orang seperti itu? Jawabanya simple, “agar hidupnya tidak semelarat saya”. Berarti dari percakapan ini, asumsi saya, dalam benak masyarakat, ketika sudah jadi pegawai, pejabat pemerintah, dokter, kehidupannya akan kaya raya dan wah. Karena masyarakat sekitar yang sekarang profesinya sebagai pegawai, pejabat, dan dokter kehidupannya benar-benar wah.

Suatu tawaran yang sempat saya ajukan, mungkin sudah waktunya para pengelola TPQ untuk cerdas mengemas lembaga pembelajaranya lebih cantik dan menarik perhatian masyarakat sekitar agar mau menitipkan putera-puterinya belajar ilmu agama, dan pembelajaran al-Quran. Walaupun tidak akan bisa mengimbangi arus global yang semakin menganas, paling tidak, modivikasi yang diciptakan bisa membawa sedikit perubahan yang arah yang lebih baik.

Gaya Hidup Remaja
Gaya hidup remaja, Mabuk, pacaran, bergelap-gelapan, style dalam berpenampilan, sudah hampir mirip dengan penampilan anak muda yang terjadi dikota. SD kelas 5 adalah remaja termuda yang sudah berada dalam lingkaran gaya hidup diatas. Bahkan ada salah satu tempat, dimana ketika moment-moment tertentu dijadikan tempat memadu kasih dengan sang kekasih, dengan tanpa ada batasan umur, sederhananya, acara pacaran massal. Seakan semua bersepakat untuk tetap mempertahankan acara ini, terbukti, tempat yang dijadikan tempat memadu kasih tersebut tanahnya adalah milik Negara, jika siang hari, masuknya hanya bayar Rp.2000,-/sepeda motor, tapi kalau malam hari bisa gratis karena tidak ada penjaga yang biasa berjaga.

Dari gaya hidup diatas, sudah bisa dipastikan atas pengaruh arus global yang sudah tidak memangdang sekat ruang dan waktu. Telivisi satu-satunya media yang paling berpengaruh dalam mempengaruhi pola pikir masyarakat, terlebih dalam praktek pacaranpun, gayanya 99% sama dengan yang dipertontonkan telivisi, mulai dari sinetron, iklan, film laga, dan komidi yang biasa ada setiap waktu. Media lain yang juga mendukung, telekomunikasi dan internet yang sudah menjamur dari kota sampai kesudut-sudut desa dengan biaya yang mudah dijangkau. Semua ini, bagi saya sudah by designt  pemerintah yang ‘berselingkuh’ dengan korporasi yang mengusung agenda distruktif di Indonesia, melalui kerjsamanya yang menguntungkan sebagian orang saja, dengan mengorbankan banyak orang, terlebih generasi muda yang sudah pasti sebagai penerus kehidupan dimasa yang akan terus berlanjut. Perlu kesadaran semua pihak untuk menfilter paradaban global yang terus mengganas.

Struktur Sosial
Masyarakat Desa ini, terklasifikasi menjadi menjadi tiga kelas. Kelas atas, menengah, dan kelas bawah. Kelas atas terdiri dari pejabat, baik menjabat birokrasi desa, kecamatan, dan kota. Dan Pengusaha. Kelas menengah terdiri dari perangkat desa, ketua kelompok/komunitas dari sekian banyak komunitas yang ada, mulai dari kelompok pertanian, usaha kecil dan menengah, sampai ketua kelompok persilatan, dan para pemuka agama. Kelas bawah tediri dari buruh tani, bangunan, produksi tahu tempe, dan para petani.

Dari tiga kelas yang saya sebut diatas, masyarakat bawah selalu menjadi korban dari setiap kebijakan pincang yang dibuat oleh masyarakat kelas atas dan menengah. Masyarakat bawah laksana robot yang bisa digerakkan sekehendak orang yang berada dikelas atas dan menengah. Masyarakat bawah benar-benar tidak bisa berdiri sendiri diatas keputusan dan kebijakan yang mestinya diambil sendiri.

Dari sesuatu yang menurut saya pincang, KKN saya, dengan pendekatan metodologi PAR, mau mencoba untuk mengurai agar tidak terus menerus pincang. Tapi apa, usaha dan gerakan kelompok KKN saya terancam oleh dua golongan kelompok masyarakat atas dan menengah. Sehingga saya dan kawan-kawan merasa ciut untuk bergerak secara terang-terangan dimasyarakat. Langkah ahir yang ditempuh, adalah mempengaruhi masyarakat kecil yang mendukung gagasan saya dan teman-teman untuk mengompori masyarakat kelas bawah yang lain untuk membuat gerakan yang konstruktif, dengan bekal trik dan tahapan langkah yang saya coba ajarkan. Mungkin memang begitulah hakikat PAR, bukan saya sebagai pelaksana, tapi masyarakat sendiri yang mencari solusi atas masalah yang dihadapinya.

Birokrasi Desa
Birokrasi desa, menurut saya bagus, walaupun menurut sebagian teman tidak asyik. Kenapa?, karena kepala desa, sekretaris desa, dan perangkat desa, sering tidak berjalan sinergis. Sehingga setiap kebijakan desa yang diambil, kontrolnya sangat mudah. Kebijakan yang diambil oleh kepala desa, jika jelas tidak memihak pada kepentingan rakyat, bisa ditolak oleh sekretaris dan perangkat desa. Struktur desa dan administrasinya bagus, garis instruktif kordinatif benar-benar dijalankan. Acara desa, jika tanpa instruksi kepala desa, sekretaris dan perangkat desa tidak berani melaksanakannya. Semua berjalan sesuai dengan kewenangan masing-masing. Tanpa ada yang saling melangkahi. Seakan, kepala desa hanya bermain dibidang instruksi, sedangkan pelaksana lapangan ada sekretaris desa dan perangkat desa. Sekretaris desa tinggal menginstruksikan kepala dusun, kepala dusun menginstruksi prangkat dusun. Seakan semua terasa mudah, entah bagaimana dalam praktek yang sebenarnya. Kegiatan dusun, sejauh yang saya ketahui, berjalan dengan baik, bahkan husus dusun 5 mempunyai balai dusun sendiri ketimbang empat dusun lain. Balai dusun sebagai pusat kegiatan dusun.

Kepala desa disini tidak punya hak otoritatif dalam menentukan orang di pos struktur desanya, sekretaris dan kepala dusun, diseleksi langsung oleh kecamatan. Jabatan kepala desa terbatas pada dua kali periode, masing-masing periode memerintah dalam kurun waktu 5th. Sedangkan sekretaris, kepala dusun, dan perangkat desa lainnya seakan tidak ada batasan periode. Sekretaris desa sudah menjabat sebagai sekretaris desa selama 23th, kepala dusun sudah ada yang menjabat selama 24th. tak ada pergantian sama  sekali selama kurun waktu tersebut. Jika tidak dirubah, sangat mungkin jabatan tersebut tetap dijabat seumur hidup.

Masalah yang berisiko besar, dari kepala desa, sekretaris desa, dan kepala dusun, seakan menutup mata untuk mencarikan solusinya. Mahalnya pupuk, tidak suburnya tanah, penyakit tanaman yang biasa menyerang tiap waktu, pengairan yang dimonopoli oleh sebagian orang, menjadi masalah lama yang terus ada. Seakan masalah ini sengaja tetap diabadikan untuk kepentingan sebagian orang. Sederhananya, terjadinya perselingkuhan oleh sebagian pejabat desa dan pihak terkait yang berkepentingan memanfaatkan masalah desa yang ada. Masyarakat, ketua kelompok tani, seakan tidak ada yang berani untuk mengangkat masalah desa diatas, karena komunitas dalam masyarakat, mempunyai andalan persilatan yang mudah bersitegang, termasuk dalam persoalan yang dianggap sepele sekalipun. Agar ketegangan yang mengakibatkan ‘pertempuran’ tidak terjadi, diantisipasi dengan tidak mengangkat masalah desa terlalu menusuk. Terlebih, rencana teman-teman KKN yang mau mengadakan Forum Group Discution (FGD) diminta oleh perangkat desa untuk tidak dilanjutkan, karena dimungkinkan mengakibatkan ketegangan diantara kelompok persilatan yang ada.

Dari bebarapa urain diatas, disampaikan se-obyektif mungkin, walaupun mungkin, tidak se-okyektif pembaca dalam melihat dan menakar beberapa poin penting tentang desa ini.
Wallahu A’lam…

Komentar

Posting Komentar

Terima kasih telah berkenan memberi komentar...