IAIN Sunan Ampel, lagi ada dalam persiapan pemilihan pemimpin (rektor) baru, dimana, kondisi IAIN Sunan Ampel setelah Prof. Dr. H. Nur Syam, M. Si dilantik menjadi Direktur Jenderal Pendidikan Agama Islam (Dirjen Pendis) mengalami kekosongan pemimpin. Menurut informasi, berhubung rektor diberhentikan dengan hormat dan dijadikan Dirjen Pendis oleh menteri Agama, maka menteri Agama harus menetapkan Penganti (rektor) Antar Waktu (PAW) untuk melanjutkan kepemimpinan rektor sampai masa jabatan habis, dan terpilihnya rektor baru IAIN Sunan Ampel. Suatu hal yang membuat IAIN rame, karena sampai sekarang belum ada kejelasan, siapa yang ditunjuk oleh menteri agama untuk dijadikan PAW tersebut.
Karena, menurut banyak komentar yang saya tangkap, kekosongan pemimpin dalam sebuah institusi besar seperti IAIN Sunan Ampel, amat tidak baik atas laju perjalanan IAIN Sunan Ampel itu sendiri. Saya sependapat. Karena seorang pemimpin, dalam suatu organisasi menjadi hal yang urgen untuk menentukan sikap selama perjalanan institusi itu berlangsung, terlebih dalam hal taktis strategis menyangkut kepentingan IAIN Sunan Ampel kedepan. Sebenarnya hal ini, tidak terlalu penting, bukan tidak penting. Hal yang menurut saya lebih penting adalah mendiskusikan lebih dalam tentang kreteria calon Rektor IAIN Sunan Ampel yang sekarang banyak pihak sudah mulai mempersiapkan. Terlebih dalam proses pemilihan rektor tersebut yang masih dipilih oleh orang-orang tertentu. Sebagaimana bunyi statuta IAIN Sunan Ampel, rektor hanya berhak dipilih oleh Senat institut IAIN Sunan Ampel, sedangkan orang-orang yang masuk pada jajaran senat institute sampai sekarang belum dipublikasikasikan secara terbuka kepada khalayak umum, terlebih kepada civitas akademika IAIN Sunan Ampel. Menurut info yang saya dapat, senat institute terdiri dari seluruh pimpinan rektorat, seluruh guru besar, seluruh dekan, dan perwakilan dosen dari masing-masing fakultas yang ditentukan oleh senat fakultas. Jumlah anggota senat institut berjumlah 33 orang dengan nama-nama yang hanya orang tertentu yang hanya tahu, saya sendiripun masih belum tahu.
Melihat hal diatas, pemilihan rektor IAIN Sunan Ampel hampir sama dengan konsep ahlul halli wal aqdi (AW) dalam tradisi islam. Dalam konsep AW, dikutip dari pendapat Abdul Qadir Abu Faris dalam fiqih politik yang ditulis oleh Hasan al-Banna bahwa, AW adalah penasehat dan konsultan dalam beragam urusan menyangkut rakyat banyak, menjadi AW tidak berdasarkan nama, tapi atas kreteria-kreterian tertentu, mereka adalah ahli dibidang urusan publik, pakar yang pendapatnya dijadikan sandaran dalam berbagai masalah, dan mempunyai jiwa kepemimpinan yang kapable ditengah masyarakat yang majemuk.
Pimpinan rektorat, guru besar, para dekan, dan perwakilan dosen, adalah orang-orang pilihan. Yang, kelebihan dari masing-masing orang tersebut tidak diragukan. Tapi, apakah menjamin, rektor terpilih yang dipilih oleh senat institute bisa menjadi lebih baik dari rektor sebelumnya. Saya sendiri berani mengatakan tidak, karena keputusan memilih rektor oleh senat institute sangat mungkin tidak semata-mata karena kredibelitas, kapabilitas seorang calon rektor tersebut. Iklim budaya Indonesia yang serat dengan paradigma korupsi, kolusi, dan nepotisme dalam berbagai hal, masih bercokol kuat dalam benak seorang proffessor dan doktor sekalipun. Bahkan (tidak bermaksud merendahkan siapun), proffesor dan Doktor di Indonesia, professionalisme dibidangnya sendiri banyak yang diragukan. Sehingga, jika kita punya harapan yang besar dalam mengejar ketertinggalan IAIN Sunan Ampel atas kemajuan dunia yang sudah melaju cepat, sudah waktunya pemilihan rektor melibatkan semua Civitas Akademika IAIN Sunan Ampel. Dengan bahasa sederhanya, memberlakukan system demokrasi, karena dalam amandemen ke-4 UUD 1945 pada tahun 2002, pemilihan umum sudah diberlakukan secara langsung, bebas, dan rahasia oleh masyarakat umum. Amanah undang-undang ini, menurut saya juga layak diberlakukan dalam proses pemilihan rektor baru IAIN yang melibatkan seluruh civitas akademika IAIN Sunan Ampel. Memang, system domokrasi dan AW punya kelebihan dan kekurangannya masing-masing, tapi, system demokrasi, menurut tokoh dunia, dan tokoh Indonesia sekalipun dianggap system yang paling baik dari sekian banyak system yang ada didunia. Saatnya, civitas akademika IAIN Sunan Ampel ikut berijtihad, sholat istikhroh dalam menentukan pemimpin terbarunya.
Semoga Rektor IAIN Sunan Ampel yang baru, bisa lebih baik dari rektor yang sudah berlalu.
Komentar
Posting Komentar
Terima kasih telah berkenan memberi komentar...