REKTOR PARIPURNA

Beberapa waktu yang lalu, saya menerima kabar bahwa Prof. Dr. Nur Syam, M.Si sudah dilantik menjadi Dirjen dikementrian Agama RI. Kabar tersebut sampai tulisan ini  ditulis, sudah meluas dan ucapan ‘selamat’ di beranda Baleho IAIN Sunan Ampel Surabaya sudah menumpuk. Beliau menjabat sebagai rektor IAIN, hanya satu periode. Walaupun ada peluang untuk menjabat dalam dua periode, beliau ‘enggan’ melanjutkannya. Soal alasan, saya tidak mau berspekulasi.

Selama menjadi rektor IAIN, banyak terobasan dan tindakan yang sudah dilakukan. Beliau dengan kelebihan dan kekurangannya sudah mendedikasikan dirinya untuk turut andil dalam upaya memperjuangkan IAIN lebih baik. Buktinya, dibidang belajar mengajar, sudah puluhan dosen dan mahasiswa yang  di ‘sekolahkan’ keluar negeri, demi meningkatkan mutu belajar mengajar di institusi IAIN.  Dibidang gio metriks, IAIN sudah termasuk satu dari sekian banyak perguruan tinggi terbaik di Indonesia. Dan, melalui program siakadnya, IAIN akan menjadi kiblat perguruan tinggi lain dalam melaksanakan program tersebut. Tak lupa, Terobosan yang paling spektakuler adalah, konvensi IAIN-UIN Sunan Ampel Surabaya. Pak Rektor dengan langkah kongritnya, saya anggap sudah bisa moloby orang-orang Islmic Develoment Bank (IDB) dalam bekerjasama dibidang pembangunanan gedung sesuai dengan standart prasyarat konvensi IAIN-UIN.  Walaupun rencana konvensi memunculkan kontroversi, bagi saya itu hal lumrah. Dan isu rencana konvensi, sebagaimana penuturan bebarapa civitas akademika IAIN sudah sejak dulu, baru terasa konkritnya sejak Prof. Dr. Nur Syam, M. Si. Menjadi rektor IAIN Sunan Ampel. Terlihat, dari pembangunan fisik fakultas Adab, Pesantren Mahasiswa, dan pembangunan lain yang mulai menyusul.

Sebuah perubahan, memang tidak mudah. Terbukti, dari langkah penutupan pintu belakang kampus IAIN sampai persoalan transparansi pengelolaan, penganggaran disetiap agenda birokratif selalu bermuara pada kenyataan pro dan kontra yang sengaja diadakan. Dalam penutupan pintu belakang, dari sekian orang yang pro dan kontra, telah menghasilkan mufakat jam buka tutup. Soal transparansi pengelolaan dan penganggaran, masih belum menemukan solusi yang solutif, karena orang-orang institusi yang berada dibidang pengelolaan dan penganggaran, belum siap secara cepat untuk berubah menjadi insitusi yang transparan, terlebih dilingkup pengelolaan dan penganggaran. Walaupun misal, Pak Rektor atau petinggi lainya meminta ataupun memaksa ‘bawahannya’ untuk bersikap transparan, tapi bawahanya hanya ‘enggih’ dilisan tidak dalam tindakan, maka permintaan atau bahkan paksaan tersebut tidak akan menemukan hasil sama sekali. Karena, trobosan kebijakan suatu institusi, akan terasa trobosannya, apabila didukung oleh semua pihak, terhusus elemen yang bersentuhan langsung dengan pelaksanaan suatu kebijakan tersebut. Akan tambah ship jika seorang pemimpin, sudi menjadi suri tauladan yang baik atas orang yang dipinpin. Agar segala permintaan dan permohonan positifnya, baik berbentuk instruktif maupun kordinatif mudah dijalankan oleh pelaksana kebijakannya. Setidak-tidaknya, para pelaksana kebijakan akan merasa isin jika tidak bisa menjalankan amanah pemimpinnya dengan baik. Jika terjadi sebaliknya, suatu perubahan dan terobosan akan lebih berat diwujudkan, karena patron yang mestinya menjadi suri tauladan tak ubahnya bos dalam komunitas mafioso Colombia yang dihormat apabila ada uang, dan ditendang jika sudah tak ber-uang. Jadi, sebuah tindakan tersebut, hanya ditentukan oleh ada dan tidak adanya uang sebagai symbol kekuasaan dan kekakayaan. Bukan sebuah tindakan yang dibangun untuk kemaslahatan. Miris.
 
Hal diatas tidak bermaksud menjustifikasi seseorang, termasuk Pak Rektor sekalipun. Karena suatu perubahan ke arah yang lebih baik, memang tidak semudah apa yang kita rancang dan kita rencanakan. Perlu ketekunan, keuletan, dan kesabaran yang tinggi dalam menghadapi berbagai macam gelombang cobaan yang siap datang untuk menerjang, menghantam, kapanpun dan dimanapun perahara kehidupan kita labuhkan. Beberapa trobosan yang telah dilakukan oleh Pak Rektor, semoga tetap bisa dipertahankan, selama terobosan tersebut relevan dengan kondisi zaman. Dan, agenda konvensi IAIN-UIN, yang sudah dimulai oleh Pak Rektor, bisa dilanjutkan dan diselesaikan oleh generasi rektor selanjutnya. Dengan tindakan dan penyelesaian yang harus lebih baik dan lebih kongkrit.

Selamat Pak Rektorku, semoga panjenengan bisa menahkodai institusi besar tersebut, karena menahkodai institusi besar, akan besar pula gelombang cobaan yang siap menerpanya. Semoga panjenengan ‘siap’ dan tetap berdiri tegak ditengah prahara gelombang arus yang membesar.

*Mahasiswa Fakultas Syariah
IAIN Sunan Ampel Surabaya

Komentar