67th umur Indonesia
merdeka. kemerdekaan direpublik ini telah melahirkan enam presiden. Dari sekian
presiden yang lahir, sudah berbuat, bertindak dengan segala upaya dan cara
dalam menyelesaikan masalah dari setiap masa yang tetap terus berlanjut.
Pada masa presiden Soekarno,
penjajahan fisik secara de jure berahir. Walaupun tidak sedikit ditemui
dan dirasakan, sampai ditahun 1950-an, penjajah tetap melakukan penjajahannya
dengan modus dan operandi yang mulai ‘cantik’. Cantik dalam arti, setiap
keputusan yang dibuat, dan tindakan yang dilakukan oleh masyarakat dunia tidak dianggap
penjajahan dan tidak perlu mendapat kecaman. Walaupun keputusan dan tindakan
penjajah waktu itu, substansinya adalah penjajahan. Tidak percaya?, baca lagi
sejarah!.
Pada masa presiden Soeharto, penjajah
semakin cerdik dalam memperlancar modus operandinya. Jika pada masa Soekarno
rakyat Indonesia masih banyak yang kritis dan menyadari atas penjajahan
penjajah, pada masa Soeharto, semakin tergerus kesadarannya, bahwa negeri ini
dalam kondisi terjajah. Semakin parah, ketika kepemimpinan Soeharto sampai
berumur 32th. Selama kepemimpinan itulah, semakin banyak kebijakan yang
diambil, undang-undang dibuat yang prinsipnya mempermulus penjajah dalam
menjajah Indonesia. Tidak percaya?, silahkan pelajari kebijakan penting yang
telah diambil oleh Soeharto, dan produk undang-undangnya selama menjabat sebagai
Presiden.
1998, presiden Soeharto lengser,
karena dilengserkan oleh rakyat. Dilengserkan kenapa? Karena Pak Harto-Sebutan
presiden Soeharto- tidak mampu menstabilkan harga sembako yang dipengaruhi oleh
krisis ekonomi global. Kenapa krisis ekonomi global berpengaruh kuat atas
ekonomi Indonesia? Karena ekonomi Indonesia yang menurut undang-undang menganut
system ekonomi kerakyatan, oleh Pak Harto ‘digantungkan’ pada ekonomi
kapitalistik yang menganut pasar bebas. Dimana dalam pasar bebas, semua barang
yang diperjual belikan dan hal apapun yang dapat diperjual belikan harus
disesuaikan dengan standart pasar dunia. Apalagi, akibat dari kebijakan Pak
Harto yang ‘membunuh’ kreatifitas rakyat Indonesia, menjadikan negeri ini
bergantung atas dinamika pasar bebas yang dibuat oleh system ekonomi
kapitalistik. Kebutuhan sehari-hari rakyat Indonesia dipenuhi oleh negera lain.
Negera yang memenangi percaturan ekonomi yang sama-sama menganut ekonomi
kapitalistik.
Kreatifitas rakyat Indonesia yang ‘dibunuh’!.
Maksudnya, banyak sekali rakyat negeri ini yang kreatif dalam banyak hal tapi
miskin apresiasi. Dan sedikit bahkan nyaris tidak ada yang kreatif tersebut ‘dimandulkan’
oleh kebijakan yang pro pasar kapitalistik. Contoh sederhana. Dulu, kata kakek
saya, orang memupuk tanaman diladang, kebun, dsb., tidak dengan pupuk kimia
yang sejak masa Soeharto sampai kini petani tidak bisa dilepaskan dari cara pertaniannya
dalam memupuk tanamannya. Tapi dengan pupuk buatan sendiri yang terbukti sampai
kini lebih bisa memelihara tanah dalam mempertahankan unsur haranya, dan
meningkatkan hasil pertaniannya. Kreatifitas tersebut ‘dibunuh’ oleh kebijakan
Soeharto dalam mengenalkan pupuk kimia yang disedikan oleh pasar dengan meng-gratis-kan
diawal-awal dan mempermudah jalur distribusinya kepada rakyat. Setelah rakyat
mampu diyakinkan, dengan hasil panen yang mengembirakan karena telah
menggunakan pupuk yang disedikan oleh pasar tersebut, maka perlahan-perlahan
sampai ahirnya tidak sama sekali, rakyat tidak menggunakan pupuk kandang,
berganti kepada pupuk yang sudah dikendalikan oleh pasar. Sejak itulah awal
mula petaka petani itu bermulai. Sampai kini, ketergantungan tersebut sulit
dilepas, dan pemiskinan petani tetap terus berlanjut. Kenapa saya katakan berlanjut?
Karena mata rantai pemiskinan tersebut sulit diputus dikalangan masyarakat tani
pada umumnya. Apa mata rantai itu?, salah satunya ketergantungan petani atas pupuk
yang disediakan oleh pasar. Karena pupuk hanya disediakan oleh pasar, maka
pasarlah yang menentukan kendali atas harga pupuk. Maka yang terjadi, berapapun
harga pupuk tersebut tetap harus dibeli, karena petani harus bertani. Toh walaupun
harga tersebut sedikit petani yang mampu menjangkaunya, karena sedikit petani
yang menjangkaunya, muncullah para rentenir yang siap meminjamkan uang atau
menyediakan pupuk dengan bunga yang mencekik petani. Tambah ‘memperkurus’ petani,
ketika hasil pertanian harga jualnya ditentukan oleh pasar. Dimana pasar
Indonesia sejak masa Pak Harto sampai kini, sekali lagi!, dikendalikan oleh
pasar bebas yang menganut system ekonomi kapitalistik. Lengkap sudah
penderitaan petani yang kedaulatanya dirampas bukan untuk kepentingan rakyat
Indonesia. Tapi untuk kepentingan penguasa yang ‘berselingkuh’ dengan para kapital.
Kembali pada waktu dilengserkannya Pak
Harto, diwaktu tersebut kondisi negeri tidak stabil. Dalam hal apapun!. Ekonomi,
politik, hukum, dan budaya mengalami ‘kegalauan’ yang luar biasa. Semua bidang
perlu dibenahi dan diperbaiki. Sampai kini pembenahan dan perbaikan tersebut
tetap terus berlangsung. Yang bikin kita harus ketawa, Korupsi yang dianggap
masalah utama dari sekian masalah negeri yang ada, justru dijadikan kesempatan
oleh banyak orang untuk melakukan korupsi. Sehingga, tidak sedikit uang Negara yang
‘dirampok’ oleh perampok bersamaan dengan kondisi negeri ini yang masih
mengalami perbaikan. Sekali lagi, perbaikan dalam hal apapun!.
Andai aku jadi Presiden Indonesia
Setelah saya melihat, mengamati,
mempelajari dan merasakan dari sekian problem di negeri ini, maka, kalau saya
menjadi presiden, pertama yang akan dilakukan adalah, tidak akan melakukan korupsi.
Dalam hal apapun! Walaupun kesempatan dan peluang untuk melakukan korupsi dengan
cara ‘cantik’ saat ini bisa ditemui didalam banyak sisi. Terlebih, dimana
posisiku sebagai presiden.
Kemudian, akan memaksimalkan hak
yang diberikan undang-undang kepada saya. Dimana hak tersebut diantaranya
adalah garasi, rehabilitasi, amnesti, abolisi, memegang kekuasaan tertinggi
atas angkatan Darat, angkatan laut, dan angkatan udara, menyatakan perang,
membuat perdamaian dan perjanjian dengan Negara lain, mengangkat duta dan
konsul, menerima penempatan duta Negara lain, memberi gelar, tanda jasa, kehormatan,
dan membentuk dewan petimbangan yang bertugas memberikan nasehat dan pertimbangan
kepada presiden.
Sebagaimana amanah undang-undang
tersebut, saya berpeluang untuk menjadikan negeri ini terbebas dari jeratan
keterpurukan yang telah terpuruk dari berbagai sisi.
Diantaranya adalah, disisi hukum
yang hanya tajam kebawah (rakyat) dan tumpul keatas (pemerintah). Hukum yang
dibentuk sebagaimana tujuan dasarnya untuk menciptakan masyarakat yang adil dan
teratur tidak bisa dicapai dengan baik. Malah yang marak hukum dipolitisir
untuk kepentingan tertentu yang jelas jauh dari rasa keadilan masyarakat. Menyikapi
hal tersebut, saya atas nama presiden, akan melihat dan mempelajari kembali
putusan hukum. Setiap ada putusan yang mecederai rasa keadilan rakyat, tidak
segan-segan, saya akan membuat keputusan grasi, abolisi, amnesti, dan
rehabilitasi. Salah satu contoh, kasus yang terjadi pada nenek Minah yang
tertuduh mencuri 5 biji kakao dan Prita Mulyasari yang terhukum karena
mengkritik rumah sakit Omni Internasional yang pelayanannya dianggap tidak
baik. Maka saya atas nama presiden tidak segan-segan akan mengeluarkan
keputusan abolisi atas dua kasus diatas. Walaupun dua terdakwa tersebut, memang
jelas secara hukum positif salah dan memenuhi persyaratan untuk mendapatkan
hukuman, tapi sekali lagi, hukuman tersebut mencederai rasa keadilan
masyarakat.
Kemudian, disisi
ekonomi, saya akan mempelajari ulang semua kontrak kerja perusahaan asing yang
ada di Indonesia. Kontrak-kontrak yang tidak memihak kepentingan rakyat akan
saya hentikan, kalau perlu perusahaan tersebut saya nasionaliasi menjadi
perusahaan milik Negara. Undang-undang telah mengamanahkan bahwa, perusahaan
asing boleh masuk Indonesia dengan tanpa merugikan Negara Indonesia. Dan apabila
Negara telah sanggup mengelelonya sendiri, saatnya kontrak kerja tersebut dihentikan.
Pengelolaan tersebut dilanjutkan dan dikembangkan oleh penduduk negeri sendiri.
Pertanyaan sekarang adalah, adakah warga Indonesia yang mampu mengelola
perusahaan tersebut?, jawabanya, banyak. Karena selama 67th Indonesia
merdeka, telah banyak melahirkan generasi yang cerdas dibidangnya. Anak negeri
yang ‘kadung’ bekerja diluar negeri karena didalam negeri tidak diapresiasi,
panggil dan pulangkan untuk bekerja pada negeri dengan gaji yang layak dan
pantas sesuai dengan bidang keahliannya.
Perusahaan-perusahaan
asing yang belum sanggup dinasionaliasasi karena alasan sumber daya manusia
(SDM) Indonesia belum ada yang bisa mengelolanya, maka saya akan membuat kontrak
kerja yang sama-sama menguntungkan, dan yang tidak kalah pentingnya adalah, saya
akan mengutus salah satu generasi bangsa untuk belajar kegeri lain agar bisa
mengelola sumber daya alam Indonesia yang kini masih dikelola asing. Ketika para
utusan tersebut telah selesai belajar dan dianggap mampu mengelola sumber daya
alam yang saat ini dikendalikan asing. Maka saya akan nasionalisasi perusahaan
asing tersebut, dan pengelolaannya akan diberikan kepada genarasi bangsa yang
telah lulus dan menguasai ilmu pengelolaan perusahaan tersebut. Ketika begitu,
amanah undang-undang yang berbunyi, “tanah, air, udara dikuasasi oleh negera semata-mata
untuk kesejahteraan rakyat Indonesia.
Dibidang persenjataan,
saya akan hentikan kebiasaan buruk mendatangkan kapal perang dan persenjataan
negeri dari Negara lain. Saya lebih mau memaksimalkan perusahaan dalam negeri
untuk menciptakan kebutuhan persenjataan dalam negeri. Ilmuan dibidang reset
dan tehnologi yang bergerak dibidang persenjataan saya apresiasi
setinggi-tingginya untuk melakukan reset dan berinovasi dalam menciptakan
senjata untuk kepentingan Negara dan bangsa. Sehingga kebutuhan senjata dalam
negeri bisa dipenuhi oleh karya dan kerja cerdas anak negeri.
Dibidang pertanian,
melalui menteri pertanian, saya akan melakukan pemutusan rantai pemiskinan
rakyat sebagaimana saya ulas diatas dengan membangkitkan kembali semangat kaum
tani untuk membuat pupuk sendiri dan tidak bergantung terhadap pupuk yang
disediakan oleh pasar. Membangkitkan dengan, mendatang generasi bangsa yang
ahli dibidang pertanian, untuk mengajak dan menyadarkan petani dalam bertani
yang baik dan benar. Dan, bila ada petani yang cara kerjanya bagus, akan saya
apresiasi agar turut ikut menularkan kesuksesannya pada petani yang lain. Yang tidak
kalah penting, kedaulatan petani dalam menentukan harga hasil pertaniannya
tidak saya gantungkan kepasar. Saya akan membentuk tim, sejenis bulog, untuk
membeli hasil tani rakyat dengan wajar dan terhormat.
Dibidang-bidang yang
lain, sebenarnya masih banyak mimpi yang belum mampu saya rajut dalam untaian
kata sebagaimana saya ulas diatas. Yang pasti, negeri ini akan bangkit dan
mampu bersaing apabila kreatifitas dan prduktifitas anak negeri diapresiasi
setingginya-tingginya dengan memberikan peluang kebutuhan dalam negeri dipenuhi
oleh karya anak negeri sendiri. Bukan dipasrahkan pada pasar bebas dibawah
system ekonomi kapitalistik.
Mari berefleksi….
Komentar
Posting Komentar
Terima kasih telah berkenan memberi komentar...