(Upaya Memaknai Hari Pahlawan Untuk
Indonesia Kini)
Saya baru menulis tentang pahlawan 3
hari setelah hari pahlawan itu dihelat. Kenapa?, karena sewaktu mau menulis
tentang pahlawan otak saya masih miskin pengetahuan terkait hari bersejarah
tersebut. Setelah baca Koran Kompas, Jawa Pos, Majalah Tempo, dan beberapa
media lain yang dua hari terahir memang membahas tentang hari Pahlawan, maka
detik ini saya memberanikan diri untuk turut menyumbangkan pokok pikiran
terkait agenda tahunan tersebut.
Hari Pahlawan, yang jatuhnya setiap
tanggal 10 November, selalu diperingati dengan ragam corak dan gaya. Dari tingkat
Rt/Rw sampai presidenpun turut serta dalam peringatan hari bersejarah tersebut.
Hari pahlawan dihelat, secara husus mengenang para pejuang kemerdekaan di
Surabaya yang dikawal oleh Sutomo-nama kerennya Bung Tomo-dalam berperang
melawan penjajah. Dan perlawanan tersebut dulu, memang jatuh pada 10 November 1945.
Maka asal muasal refleksi hari pahlawan itu dihelat disetiap 10 November,
sebagai maksud agar generasi bangsa terus menggelorakan anti penjajahan sampai
benar-benar penjajah tersebut tak lagi menjajah negeri yang kaya raya ini.
67th sudah, refleksi hari
pahlawan tersebut selalu diadakan disetiap tahunnya. Cuma, acara tahunan
tersebut terjebak pada acara srimonial yang kering makna. Kering makna dalam
arti, apa yang kita adakan dalam kegiatan tahunan tersebut tidak membawa
implikasi positif dalam memperjuangkan negeri ini dari para penjajah. Contoh missal,
refleksi hari pahlawan yang dilaksanakan dilingkungan pemerintahan. Mulai dari lembaga
eksekutif, legislatif, dan yudikatif hanya sekedar melaksanakan upacara yang
diisi pidato dan kegiatan yang tidak ada pertaliannya dengan semangat para
pahlawan dulu dalam mengusir penjajah. Pidato, hanya menceritakan sosok pahlawan
dulu dalam berjuang melawan penjajah. Selebihnya, tidak ditemui, bagaimana para
pem-pidato tersebut mengajak untuk melakukan pengusiran atas penjajahan yang
sampai kini masih tetap terus berlanjut. Dimana pola, ragam, dan corak
penjajahan masa kini kelihatan ‘cantik’ dan tertata rapi ketimbang jaman 1945.
Jika dulu para pahlawan dalam
mengusir penejajah membawa senjata dan perlawanan fisik, sekarang sudah tidak
lagi. Senjata dan perlawanan fisik untuk mengusir para penjajah yang dulu
digunakan para pahlawan kemerdekaan untuk masa kini sudah tidak relevan lagi. Kenapa?
Karena penjajahan masa kini, sudah tidak lagi penjajahan yang penekananya terus
menggunakan senjata dan ekploitasi fisik, tapi lebih kepada perang ide dalam
mengeksploitasi dan mengeksplorasi kekayaan Indonesia dengan memperalat orang
Indonesia sendiri.
Penjajahan masa kini, lebih cantik,
lebih rapi, dan tersistematis. Dimana para penjajah sudah bisa ‘menggunakan’
penduduk asli Indonesia untuk melaksanakan jajahanya.
Terbukti, lihat perusahan-perusahan
besar di Indonesia yang rata-rata dimiliki oleh asing, dimana para pekerjanya
adalah orang asli Indonesia. dan banyak perusahaan tersebut tidak segan-segan ‘membunuh’
perusahaan asli Indonesia yang rata-rata masih terseok-seok perjalannya kecuali
satu dua yang berani imbang bersaing dengan perusahaan asing. Yang bikin hati
ini tambah miris, pola pemerintahan kita kini, sudah berani melakukan jor-joran
dalam melakukan perselingkuhan dengan pelaku usaha asing. Tujuan sederhananya
satu, tak lain untuk kepentingan pragmatis yang bernilai sesaat untuk diri,
keluarga, dan golonganya.
Penjajahan asing, semakin
dilegetimed oleh pemegang kuasa kita, dan parahnya, para pelaksana jajahan
tersebut adalah orang-orang yang lahir dari lembaga pendidikan, dimana
orang-orangnya sudah terdidik dan cerdik dalam melakukan hal apapun untuk
kepentingan perusahaan asing di Indonesia. Orang-orang tersebut adalah orang
asli Indonesia, yang sengaja dididik dan disekolahkan untuk memperlancar kepentingan
asing di Indonesia.
Sekarang, mulai lembaga pemerintah
sampai lembaga pendidikan, sudah terlalu banyak yang menjadi kepanjangan tangan
kepentingan asing untuk mengeruk kekayaan Indonesia. Kekayaan budaya, ekonomi,
pelan tapi pasti akan tergerus kepentingan asing, dimana kepentingan tersebut
tiada lain bahasa keren dari penjajahan yang tak banyak orang menyadarinya.
Selain itu, hukum dinegeri ini
dibuat, juga banyak yang mempermudah atas perusahaan atau barang asing yang mau
dipasar jualkan di Indonesia. Sehingga, selain bumi Indonesia yang kaya
dijajah, juga prilaku masyarakatnya tidak luput dari penjajahan structural tersebut.
Kenapa demikian? Coba amati, karena menumpuknya barang asing, didukung dengan
pengiklanan yang super cantik, mampu menyihir masyarakat Indonesia untuk
berprilaku konsumtif. Dimana kreatifitas, identitas local ‘terpasung’ dengan
sendirinya.
Karena konsumtif dan pragmatis, pola
masyarakat kita sudah semakin instan. Jalan pintas menjadi hal yang wajar untuk
dilakukan. Jangan heran. Jika koruptor, manipulator semakin banyak dan
memasyarakat. Karena mindset kita, sudah sebagaimana rencana penjajah asing. Dimana
renacana tersebut adalah, memasyarkatkan pola hidup konsumtif untuk seluruh
masyarakat Indonesia. Karena mindset sudah konsumtif, semua yang di iklankan
dan berbau asing terasa lebih nikmat dan terhormat bila pola hidup konsumtif
itu semakin meninggi.
Duh gusti, hal diatas sedikit
diantara kami yang menyadarinya. Yang banyak malah yang memujanya. Padahal kalau
ditelisik dan mau disadari, hal tersebut bagian dari penjajahan yang terus
berlanjut.
Mari berefleksi.
Selamat hari Pahlawan…..
Komentar
Posting Komentar
Terima kasih telah berkenan memberi komentar...