MAULID NABI; ANTARA TRADISI DAN TEOLOGI


Umat muslim diseluruh dunia, pada tanggal 24 Januari 2012, atau tepatnya pada 12 Robiul Awal 1434 H, moyoritas merayakan hari kelahiran Nabi Muhammad SAW. Dengan corak budaya, tradisi yang beragam, sesuai dengan dinamika budaya dimasing-masing daerah itu sediri.

Maulid Nabi diselenggarakan oleh mayoritas umat muslim di dunia dengan maksud yang hampir sama, walaupun caranya berbeda-beda. Maksud yang sama dalam arti, diselenggaranya Maulid, sebagai bentuk rasa syukur dan terimakasih yang tak terhingga atas Kanjeng Nabi Muhammad SAW yang telah ‘meyelamatkan’ umat manusia dengan ajaran agama yang sempurna,
keteladanan ahlak yang mulia. Agama yang tidak memaksa siapapun saja untuk memelukknya. Ahlak yang baik untuk semua. Tanpa membeda-bedakan ras, suku, etnis, apalagi agama. Itulah pribadi Nabi Muhammad yang dikagumi oleh mayoritas umat manusia, tidak hanya dari kalangan orang muslim saja pengagum beratnya, tapi dari kalangan non muslim, banyak juga yang mengaguminya. Termasuk juga Kakeknya yang bernama Abdul Mothollib juga menjadi pengagum berat walau tidak mau meng-imani-nya. Dari situ menjadi jelas, al-Quran yang dibawa oleh Nabi Muhammad sebagai petunjuk untuk umat manusia, sebagai penyelamat untuk seluruh umat manusia yang mau diselematkan. Kenapa masih ada kata “bagi yang mau diselematkan?”, karena ajaran rosul, baik dalam bentuk al-Quran maupun Hadits tidak ada yang memaksa, dalam hal apapun, apalagi dalam hal keimanan, baik iman kepada Allah sebagai Tuhan yang diyakini maupun iman kepada yang lain. Rosul hanya penyampai (risalah), bukan perubah, yang merubah dirinya untuk ikut ajaran rosul atau tidak adalah dirinya sendiri, bukan orang lain. Inilah salah satu alasannya, kenapa pengagum Rosul tidak hanya dari kalangan umat muslim semata, karena rosul diutus tidak hanya untuk umat muslim, tapi juga untuk manusia tanpa memandang status kemanusiaan yang melekat pada pribadi masing-masing manusia itu sendiri. Maka dari itu, Rosul adalah penyampai dakwah untuk umat manusia.

Berkaitan dengan Maulid Nabi, ada segelintir orang yang memper-cekcok-annya, alasan utama yang dibawa-bawa, bahwa Nabi tidak pernah mensyariatkan Maulid Nabi. Memang benar, nabi tidak pernah meminta untuk dirayakan pada hari kelahiran maupun yang lainnya. Nabi semasih hidup, lebih banyak mencohtohkan hal apapun saja dengan tindakan dan kata-kata yang baik. Cuma, ketika Nabi sudah wafat, nabi yang santun, nabi yang berahlak mulia, menjadi pribadi yang dirindukan, dirindukan karena kemulyaanya, mulya karena santun, mulya karena berahlak mulia. Dasar kerinduan itulah salah satunya yang menjadi landasan perayaan Maulid Nabi itu diadakan. Dirayakan sesuai masing-masing cara dan budaya pengagum umat Rosul Muhammad itu sendiri. Substansi dari perayaan tersebut hampir semuanya sama, yaitu merefleksikan pribadi rosul yang mulia dalam kehidupan sehari-hari umat manusia itu sendiri.

Maulid Nabi dalam sejarahnya, tidak satupun yang mengakibatkan manusia atau hal apapun saja mengalami kerugian. Kerugian dalam hal apa saja.

Maulid Nabi dalam konteks Indonesia, malah berisi tindakan yang tergolong mulya. Mulya karena, hampir semua acara maulid, diisi dengan pembacaan sholawat atas nabi sebagaimana Allah dan para malaikatnya bersholawat kepada-Nya, diisi dengan pesan agar manusia mau menginternalisir pribadi Nabi dalam diri masing-masing umat manusia itu sendiri, dan diisi dengan ramah tamah, maaf-maafan dan shodaqah sebagaimana juga pernah diperaktekkan oleh Nabi Muhammad SAW semasih hidup.

Bagi yang sependapat dengan perayaan Maulid Nabi silahkan, bagi yang tidak sepakat juga silahkan, yang terpenting, nabi tidak pernah mengajarkan pertikaian. Bertikai dalam hal apapun, apalagi hanya dalam hal perayaan Maulid Nabi yang memang jelas tidak pernah diajarkan Rosul tapi isinya adalah bagian dari pribadi Rosul.

Mari berefleksi.

Komentar