Part 1
Di dalam UU Nomor 31 Tahun 1999 Bab II
Pasal 2 dan 3 disebutkan:
Pasal 2
(1) Setiap orang yang
secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang
lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau
perekonomian negara, dipidana penjara dengan penjara seumur hidup atau pidana
penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan
denda paling sedikit Rp. 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling
banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah).
(2) Dalam hal tindak pidana korupsi
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan dalam keadaan tertentu, pidana
mati dapat dijatuhkan.
Pasal 3
“Setiap orang yang dengan
tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan,
kesempatan atau sarana yang ada padanya karena
jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana dengan pidana penjara seumur
hidup atau pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 20 (dua
puluh) tahun dan atau denda paling sedikit Rp.
50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu
milyar rupiah).
UU diatas sebagai batasan
dalam memahami korupsi itu sendiri. Mari, penulis jelaskan satu persatu terkait
banyak hal di lingkungan IAIN Sunan Ampel yang bisa dikategorikan korupsi menurut
bunyi undang-undang di atas.
1. Pusat Pendampingan Mahasiswa (Puspema)
Biaya kegiatan ini, sudah dilakukan penarikan sejak tahun 2009. Sebesar
20 ribu rupiah per mahasiswa setiap semester. mengacu pada keputusan Rektor IAIN Sunan
Ampel yang kala itu masih Prof Dr. Nur Syam, M. Si. Tapi, lembaga untuk
melaksanakan kegiatan ini baru dibentuk pada pertengahan tahun 2012. Sampai tulisan
ini ditulis, lembaga yang baru berdiri tersebut dinamai Puspema, ketuanya bernama Ahmad Khubby Ali Rohmat, M. Si; Salah satu dosen di Fakultas Syariah. Sejak Puspema terbentuk,
sudah menyelenggarakan beberapa kegiatan yang belum dirasakan secara merata
oleh Mahasiswa IAIN Sunan Ampel, khususnya mahasiswa angkatan tahun 2008, apalagi
angkatan 2007, 2006 dimana pada tahun 2009-2012 ada yang masih aktif melakukan
registrasi kuliah di setiap semesternya. Padahal, kegiatan Puspema adalah hak
semua mahasiswa, dan kegiatan ini pun tidak sesuai dengan standart buku
petunjuk yang jelas-jelas telah di-SK langsung oleh Prof. Dr. Nur Syam, M. Si. Penulis tidak dalam maksud menyalahkan ketua Puspema
yang diangkat di pertengahan tahun 2012 oleh Pgs. Rektor Prof. Abd. A’la, MA,
tapi lebih kepada, siapa yang paling bertangung jawab atas ‘kekacauan’ agenda
tersebut?!
Sebenarnya, penarikan biaya kegiatan tersebut, sudah tercium ke-amburadul-annya
sejak keputusan penarikan biaya kegiatan tersebut dilakukan. Kenapa? karena penarikan
biaya kegiatan tidak didukung oleh terbentuknya lembaga yang akan melaksanakan
kegiatan tersebut. Puspema dibentuk oleh Pgs rektor karena tuntutan
dan tekanan mahasiswa atas institusi IAIN Sunan Ampel agar mempertanggungjawabkan kegiatan tersebut. Bentuk pertanggungjawabannya, dibentuklah lembaga
tersebut. Ternyata setelah lembaga tersebut terbentuk, mahasiswa yang telah
melakukan pembayaran biaya kegiatan tersebut sejak tahun 2009-2012 tidak bisa ‘diselamatkan’
untuk turut andil menikmati kegiatan yang diadakan oleh Puspema secara maksimal. Pertanyaannya kemudian,
siapa yang bertanggung jawab atas uang yang terkumpul sejak tahun 2009 sampai sekarang?
Karena sekali, rencana kegiatan Puspema, adalah rencana kegiatan yang konsepnya
setengah matang, yang matang hanyalah keputusan untuk melakukan penarikan
20 ribu rupiah per mahasiswa di setiap semesternya. Penulis yakin, uang yang terkumpul,
sudah mencapai angka yang tidak kecil, dan siapa sajakah orang-orang yang turut
menikmati, atau ‘sekedar’ mengambil manfaat atas menumpuknya uang tersebut yang
jelas-jelas di ambil dari mahasiswa IAIN Sunan yang jumlahnya ribuan, tidak
hanya ratusan?!
2. Praktikum
Praktikum ada dua model, praktikum bahasa yang ditempuh pada
semester I dan II, dan praktikum Fakultas/jurusan/prodi di tempuh sejak
semester III-VII. Praktikum bahasa, biaya 200 ribu rupiah per mahasiswa. Sedangkan praktikum
Fakultas/jurusan/prodi antara 200-300 ribu rupiah per mahasiswa. 200 ribu rupiah per mahasiswa
yang masuk kategori jurusan, dan 300 ribu rupiah bagi yang masuk kategori prodi.
Praktikum bahasa berjalan sebagaimana rencana, cuma di bagian lain,
ada penarikan dana yang berbunyi “Pengembangan Kelembagaan termasuk
pengembangan bahasa dan sertifikasi ICT” sebesar 290 ribu rupiah per program/per
mahasiswa. Pengembangan kelembagaan ini sama sekali tidak dirasakan oleh mahasiswa, bahkan sampai penulis mau lulus pun, masih belum mengetahui apa itu
sertifikasi ICT. Coba fikirkan, 290 ribu rupiah per mahasiswa, kalikan dengan jumlah
mahasiswa baru yang hampir tiga ribu mahasiswa dalam setiap tahunnya, berapa uang
yang kira-kira terkumpul?.
Praktikum model kedua, khusus Fakultas Syariah, institusi punya
tanggungan hutang atas mahasiswa; Angkatan 2009, berjumlah tiga kali praktikum. 2010 dan 2011, masing-masing dua kali
praktikum.
Persoalan praktikum ini, penulis sudah melakukan pendekatan
dialogis, bahkan sampai mempertemukan pejabat fakultas (dihadiri oleh dekan, pembantu dekan 1-3, PUMK fakultas, kajur-sekjur, dan kepala akademik) dengan
pejabat rektorat (dihadiri oleh rektor, pembantu rektor 1-3, bidang
perencanaan, bidang keuangan). Pertemuan ini sudah sampai 3 kali pertemuan. Dari tiga
pertemuan ini menghasilkan kesepakatan yang ternyata, tidak dilaksanakan. Dalam
pertemuan tersebut melahirkan satu kesepakatan yaitu; institusi akan
menyelenggarakan praktikum khusus angkatan 2009 di antara tanggal 22
Februari-Maret 2013. Tiga praktikum yang terhutang, akan di-rapel di antara
waktu tersebut dengan mendialogkan terlebih dahulu dengan beberapa perwakilan
mahasiswa angkatan 2009. Tanda-tanda dilaksanakannya dialog sama sekali
terjadi, setelah penulis tindaklanjuti ke dekan syariah, ternyata jawabannya: "Tidak bisa melaksanakan praktikum di antara waktu yang telah disepakati bersama
tersebut, dengan alasan, tidak ada uang operasional untuk melaksanakannya". Kemudian
penulis menembusi ke pembantu rektor dua, ternyata jawabannya akan
mengkomunikasikan lagi dengan dekan syariah. Jawaban ini sama, ketika
awal-awal penulis meminta untuk diadakan forum klarifikasi kepada pejabat
rektorat terkait praktikum. Ternyata pernyataan dari setiap pejabat tersebut,
berputar tanpa ada ujung pangkalnya. Persoalan semakin jelas, tidak
dilaksanakannya praktikum, karena tidak adanya uang oprasional atas agenda
tersebut. Kemudian, siapa yang ‘menggelapkan’ uang mahasiswa tersebut?
Di dalam DIPA anggaran yang disusun dalam setiap tahunnya,
praktikum menjadi agenda yang terprogram dan masuk dalam RKKL tahunan yang di
buat oleh institusi IAIN Sunan Ampel itu sendiri. Sungguh alasan yang tidak
logis, penjelasan pejabat keuangan rektorat di dalam pertemuan forum
klarifikasi praktikum menyatakan: “Uang kegiatan mahasiswa tidak sepeser pun diotak-atik untuk hal lain di luar peraturan yang ada”. Pernyataan ini menjadi
kontradiktif ketika dibenturkan dengan fakta praktikum yang tidak terlaksana. Menjadi
semakin nampak jika praktikum ini penuh skandal, ketika pejabat lain menyatakan: “Praktikum tidak bisa dilaksanakan karena tidak adanya uang operasional”.
Ini masih untuk angkatan 2009, belum menyentuh terhadap
angkatan-angkatan yang lain.
Anda mahasiswa, atau siapa pun sajalah
yang benar-benar punya kepedulian untuk memperbaiki IAIN Sunan Ampel lebih
baik, saatnya bangkit untuk bersama-sama membongkar praktik ‘syetan’ yang
berjalan akut dan sistematis ini.
Penulis sambung di edisi berikutnya!
*Gubernur SEMA Syariah 2012-2013
0 Komentar
Terima kasih telah berkenan memberi komentar...