HABIBI&AINUN


Beberapa waktu yang lalu, saya berkesempatan Nonton Film Habibi Ainun. Film yang diangkat dari sebuah novel spektakuler, ditulis oleh Baharudin Jusuf (BJ) Habibie, Presiden Republik Indonesia yang ke-3. Film ini, mengulas tentang perjalanan hidup Habibie sejak pendekatannya mempersunting Ainun sebagai istri sampai ajal menjemputnya. Kisah kasih dan cinta diantara keduanya, menurut banyak kalangan sangat baik bila dijadikan sumber inspirasi dalam membangun keluarga yang harmonis. Keluarga yang saling men-support dalam menghadapi hidup agar terus kreatif menghasilkan manfaat untuk diri dan orang lain.

Habibie muda, sangat giat dan tekun belajar, karena kejeniusannya, berkesempatan untuk belajar ke Negeri maju Jerman. Di Jerman, kejeniusan Habibie semakin melejit, sampai orang Jerman sendiri waktu itu, sebelum Habibie membuktikan karyanya, pesimis dengan ucapan, "Kereta di Negerinya di impor dari sini". Teori ilmu Fisikanya diakui kebenarannya, tidak hanya oleh orang Jerman waktu itu, tapi oleh masyarakat dunia sampai kini, membenarkan teori-teori tersebut. kejeniusan itulah waktu itu, yang menjadikan Habibie dipercayai untuk dijadikan pimpinan mega proyek kreta modern Jerman.

Hidup nyaman dengan gaji yang belimpah ruah sewaktu hidup di Jerman tidak menjadikan Habibie larut dalam turut mengembangkan tekhnologi negeri maju tersebut. Habibie pulang ke Indonesia, atas permintaan resmi presiden Soeharto, agar turut menjadi pelopor dalam membangun negeri Indonesia melalui pengembangan tekhnologi. Sepulang dari Jerman, benar, janji Soeharto dalam memanfaatkan kejeniusan Habibie dilihat dari kebijakannya membuat mega proyek kedirgantaraan. Habibie di minta untuk membuat pesawat terbang, pesawat yang pada ahirnya kelak, dimimpikan sebagai kapal kebanggaan Indonesia. Dalam proses pembuatan pesawat inilah, Habibie, mengalami lika-liku pengadaan barang yang berat, berat karena iklim bisnis di Indonesia, masih kental dengan nuansa korup, kolutif dan nipotis'm. Dua sikap sifat itulah yang mengkungkung Habibie, sehingga mega proyek pesawat yang dicanangkannya tidak sebagaimana rencana awal. Sempat lounching karya perdana pesawat tersebut pada Tahun 1995, dengan nama "Gatot Koco N250 Firts Fligh". Pesawat yang sempat dimimpikan menjadi kebanggaan Indonesia dalam mengarungi Nusantara. Lounching tersebut dijadwalkan Presiden Soeharto-lah yang membukanya. Karena satu dan lain hal, presiden berhalangan hadir dalam acara tersebut. Ketidak hadiran Soeharto, adalah pukulan talak atas Habibie yang tidak mau berkompromi dengan iklim bisnis yang waktu itu dimainkan oleh mayoritas keluarga Cendana. Ketidak hadiran Soeharto, juga bisa diartikan sebagai bentuk kecewa pada Habibie waktu itu.
Habibie yang professional tidak didukung oleh iklim budaya masyarakat Indonesia yang terkungkung oleh sikap sifat kolusi dan nipotis'me. Apalagi, sikap sifat tersebut lahir dari keluarga istana.
Habibie yang hebat dan ideal, "terjungkal" karena tidak kooperatif dengan kepentingan segelintir orang yang menguasai denyut nadi bangsa.
Sudah sejak dulu, mungkin juga sampai sekarang, setiap proyek pembangunan negara "disunat" untuk kepentingan pemilik proyek tersebut. Dan sudah menjadi rahasia umum, sampai detik ini, proyek pembangunan bangsa dipenuhi dengan "penyunatan-penyunatan", baik terstruktur, masif, dan jor-joran.

Habibie ideal, dengan novel "Habibie Ainun" yang sudah di film-kan, menjadi satu dari sekian orang yang turut andil dalam memajukan bangsa yang masih "sakit" ini.
Habibie-pun dipandang mampu oleh sebagian besar masyarakat dunia dalam membina rumah tangga yang baik. Dengan novel yang sudah di film-kan itu pula, para penikmatnya diharap bisa meneladani Habibie dalam mengarungi rumah tangga dan menjaga idealismenya.

Kisah cinta Habibie&Ainun, bagus jadi contoh dalam membangun kehidupan rumah tangga yang ideal, sangat baik, bila anda membaca novelnya, dan menonton filmnya.

*Salam keluarga sakinah

Komentar