Rektor IAIN Sunan Ampel,
mengeluarkan Surat Keputusan (SK) Drop Out (DO) pada tanggal 7 Pebruari 2013.
SK tersebut berdasarkan, salah satunya, “Pedoman mati” Panduan Penyelenggaraan
Pendidikan Program Strata Satu (S1) IAIN Sunan Ampel Tahun 2012. Pedoman ini
sejak diterbitkan dengan nomor SK Rektor, In.02/1/PP.00.9/917/P/2012 sampai
kini masih berlaku. juga, SK DO tersebut dikeluarkan berdasarkan, SK Rektor
Nomor: In.02/1/PP.00.9/1199/P/2011 Tanggal 12 Agustus Tentang Kode Etik
Mahasiswa IAIN Sunan Ampel. SK tersebut memperhatikan, surat Dekan Fakultas
Syariah Nomor: In.02/1/I/PP.00.9/119/2013 Tanggal 06 Pebruari 2013 Prihal Hasil
Verifikasi Akademik.
SK DO tersebut dikeluarkan
karena saya terbukti tidak melaksanakan herregistrasi Semester IX (Semester Gasal)
Tahun Akademik 2012/2013. Bila memang benar rujukan SK tersebut merujuk kepada
beberapa aturan yang diatur dalam SK sebagaimana yang dikutip diatas, maka, SK
DO tersebut CACAT HUKUM!.
Di dalam Panduan
Penyelenggaraan Pendidikan Program Strata Satu (S1) IAIN Sunan Ampel Tahun
2012, pada halam 63, bagian E. Penghargaan dan Sanksi, nomor 3. Sanksi
Administrasi Akademik, bagian a. “Mahasiswa yang tidak melakukan herregistrasi
1 semester tanpa keterangan/alasan yang dibenarkan dan juga tidak mengajukan izin
cuti pada semester yang akan berlangsung dinyatakan mengundurkan diri dan
dikenakan sanksi Drop Out (DO).” Oke, saya akui, pada semester IX, saya memang
tidak melakukan herregistrasi. Saya SALAH!. Cuma, proses pemberian sanksi DO
tersebut JUGA SALAH!. Salahnya dimana?, di dalam bagian a., sebagaimana saya
kutip di atas, ada kata, “Tanpa keterangan/alasan yang dibenarkan”. Sampai
tulisan ini ditulis, saya tidak pernah diminta untuk memberikan
“keterangan/alasan”, kenapa saya tidak melakukan herregistrasi?!. Disisi lain,
mestinya saya juga mendapatkan surat peringatan. Sampai SK DO tersebut saya
terima pada Rabu, 20 Maret 2013, surat peringatan tersebut TIDAK PERNAH saya
dapat! Padahal, turunan dari aturan sebagaimana saya kutip pada bagian a.
diatas, di bagian c. disebutkan, “Sebelum sanksi dijatuhkan mahasiswa akan
mendapatkan surat peringatan”.
Jika SK DO yang dijatuhkan
kepada saya juga menggunakan dasar Kode Etik Mahasiswa, dimana letak
pelanggaran saya?. BAB 1, KETENTUAN UMUM, pasal 1, ayat (7) dijelaskan,
“Pelanggaran kode etik adalah setiap sikap, perkataan, perbuatan, dan busana
yang bertentangan dengan kode etik mahasiswa”. Pada hari Senin, 13 Mei 2013,
saya mengajukan pembelaan kepada Dewan Kehormatan Kode Etik Institut, melalui
surat yang saya kirimkan kepada Rektor. Dilengkapi dengan beberapa lembar
tembusan kepada anggota Dewan Kehormatan tersebut. Karena belum ditanggapi,
pada Kamis, 23 Mei 2013, saya berkirim surat kembali kepada Dewan Kehormatan
Kode Etik mulai ketua dan semua anggotanya. Tapi sampai detik ini, surat
tersebut belum mendapatkan tanggapan. Sedangkan pada ayat (11) dijelaskan,
“Pembelaan adalah usaha yang sah yang dilakukan oleh mahasiswa”. Toh misal ada
sikap, perkataan, perbuatan, dan busana yang bertentangan dengan Kode Etik Mahasiswa,
mestinya kan saya harus melalui prosen pemeriksaan dan pembuktian, sebagaimana
diatur dalam pasal 10 ayat (1), “Pemberian Sanksi yang dijatuhkan kepada
mahasiswa dilaksanakan setelah melalui proses pemeriksaan dan pembuktian”.
Tapi, jangankan diperiksa dan dibuktikan, surat saya saja yang salah satunya,
dimaksudkan agar saya diperiksa dan dibuktikan belum pernah mendapatkan
tanggapan.
Surat Dekan Fakultas Syariah,
yang dijadikan perhatian dalam terbitnya SK DO tersebut, setelah saya melakukan
konfirmasi langsung kepada Dekan Fakultas Syariah, Bapak Dr. H. Syahid HM di
kantornya, pada hari Rabu, 20 Maret 2013, ternyata, Fakultas tidak mengeluarkan
surat yang menyarankan, atau hal lainnya yang mendukung, agar saya disanksi
Drop Out oleh Rektor. Padahal, di dalam panduan penyelenggaraan pendidikan
Program Strata Satu (S1) tahun 2012, halaman 64, Nomor 5. Tentang prosedur
pemberian sanksi Drop Out (DO) disebutkan, “ Sanksi DO ditetapkan dengan
keputusan rektor atas usulan fakultas.” Sedangkan surat yang diterbitkan
fakultas, hanya menjelaskan hasil Verifikasi Akademik. Waktu itu, dekan
menunjukkan langsung kepada saya atas surat yang menjelaskan hasil verifikasi
akademik tersebut. Karena alasan tidak untuk umum, saya tidak diperkenankan
untuk mendapatkan copy-an surat tersebut.
Keanehan Lain Atas Terbitnya SK DO
SK DO diterbitkan tertanggal, 7
Pebruari 2013. Tapi, kenapa SK DO tersebut baru saya terima pada hari Rabu, 20
Maret 2013?, padahal, sejak saya menjabat sebagai Gubernur Senat Mahasiswa
(SEMA) Fakultas Syariah, di SK sejak 23 April 2012 sampai Maret 2013, saya
masih wira-wiri di kampus IAIN Sunan Ampel. Bahkan pada Sabtu-Minggu pun
sebagai hari libur, waktu saya lebih banyak di kampus. Jangka waktu sampainya
SK DO terbilang cukup lama bagi saya. Karena jarak antara kantor Rektorat
dengan kantor SEMA Syariah, mungkin hanya memerlukan waktu 5 menit untuk
melaluinya. Tidak sejak 7 Pebruari, baru sampai 20 Maret 2013.
Keanehan selanjutnya, pada
Selasa, 5 Maret 2013. Saya mendapatkan Surat Panggilan, dengan nomor surat
In.02/1/PP.00.9/310/P/2013. Surat tersebut, pembuatannya tertanggal 5 Maret
2013. Berarti dibuat pada hari itu juga. Surat tersebut masih menyebutkan saya
sebagai mahasiswa. Saya kutip tujuan surat tersebut, “Kepada Yth. Saudara
Marlap Sucipto NIM. C03208034 Mahasiswa Fak. Syariah IAIN Sunan Ampel di
Tempat”. Kutipan tersebut tidak saya tambahi apalagi saya kurangi. Pas. Sesuai
dengan redaksinya. Bila tidak percaya, silahkan temui saya, karena saya masih
menyimpannya. Dari ini, sementara, saya berkesimpulan SK DO tersebut dibuat
mundur. Surat panggilan tersebut meminta saya untuk memberikan klarifikasi atas
tulisan saya di Media Cetak dan Online serta aksi demonstrasi dalam beberapa
hari terahir. Waktu itu, mahasiswa IAIN Sunan Ampel melakukan aksi demonstrasi
dengan menyebarkan pres release, “Menguak Skandal Mega Korupsi di IAIN
Sunan Ampel”. Dimana, pres release tersebut saya sendiri yang
menulisnya.
Masih seputar tentang surat
Panggilan, isi surat tersebut. Kacau!, tidak jelas!, Tidak beres! Dimana letak
ketidakberesannya?. Surat pembuatan tersebut tertanggal 5 Maret 2013, tapi saya
dipanggil pada 5 Pebruari 2013. Sejanak, saya bingung setelah membaca surat
tersebut. Setelah difikir, mungkin yang membuat surat khilaf, atau yang
menandatanganinya pun juga turut khilaf. Ahirnya, saya memutuskan untuk hadir
memenuhi surat panggilan tersebut. Karena yang menandatangani, langsung rektor.
Saya kutip isi surat tersebut sebagaimana aslinya,
“Assalamu’alaikum Wr. Wb.
“Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Sehubungan dengan tulisan saudara di Media
Cetak dan Media Online serta aksi demonstrasi dalam beberapa hari terakhir,
maka kami mohon kehadiran saudara pada hari ini, SELASA, tanggal 5 Pebruari
2013, pukul 15:00, untuk meberikan klarifikasi atas kegiatan saudara tersebut.
Demikian, atas perhatian, kehadiran, dan
kerjasama yang baik disampaikan terima kasih.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb”
Wassalamu’alaikum Wr. Wb”
Tepat pada jam 15:00, hari itu
juga, saya hadir bersama sahabat-sahabat, memenuhi surat panggilan tersebut.
Walaupun surat panggilan tersebut sifatnya perorangan (hanya saya yang
dipanggil), karena alasan idealism dan keamanan, saya harus datang bersama
sahabat mahasiswa yang lain. Dalam pertemuan tersebut, kami ditemui oleh
Pembantu Rektor 1-3 dan beberapa pejabat lain, difasilitasi langsung oleh Kabag
Kemahasiswaan Rektorat. Dalam pertemuan tersebut yang berlangsung selama 37
menit 40 detik. intinya, saya diminta untuk mencabut tulisan yang berjudul,
“Menguak Skandal Mega Korupsi di IAIN Sunan Ampel”. Tulisan tersebut sudah saya
apload ke Group Facebook, “Forum Peduli IAIN Sunan Ampel” dan “Senat Mahasiswa
Fakultas Syariah”. Juga, selain saya apload di blog pribadi saya http://marlaf-sucipto.blogspot.com, juga saya apload di
kompasiana.com dengan akun, Marlaf Sucipto.
Dialog dalam pertemuan
tersebut, ternyata ada yang merekam. Dan rekamannya, akan menjadi
kenang-kenangan dari sekian kenangan lain yang harus saya kenang dalam rentetan
aksi demonstrasi, yang puncaknya, pada hari Rabu, 6 Maret 2013. Rekaman
tersebut, mungkin sudah bisa di acces di youtube.com. karena teman-teman pernah
ada yang bilang, “Tragedi 6 Maret 2013” sudah bisa di Googling di internet.
Lebih-lebih, di laman youtube.com
Semua Akan Indah Pada Waktunya
Atas SK DO, saya menerima
dengan terpaksa. Harus saya ikhlaskan. Dan saya menyadari, saya salah tidak
melakukan herregistrasi. Ini menjadi konsekuensi logis bila melalui tata aturan
yang jelas-jelas dibuat sendiri oleh birokrasi. Menjadi tidak logis dan
mengandung muatan politis bila terbitnya SK DO tersebut, dilalui dengan
cara-cara tidak tertib atas tata aturan lain yang masih berlaku.
Aturan hanya berlaku represif
atas mereka yang kritis dan melakukan perlawanan nyata atas kesewenang-wenagan
birokrasi. Atas mereka yang kritis dan berahir kompromistis dengan “kebejatan”
birorasi akan hidup enak dan sangat mungkin kecipratan “kue manis” sebagai kata
lain atas tergadainya idealism yang idealis. Walaupun pada ahirnya, “kue manis”
tersebut harus bermuara di jamban yang banyak orang jijik melihatnya.
Terbungkam “mulutnya” hanya karena tertekan, terancam, demi janji-janji masa
depan yang indah, semua hanya bualan. Karena masa depan, jangankan satu, dua,
tiga tahun yang akan datang. Satu, dua, tiga menit selanjutnya, tak satupun ada
orang yang bisa memastikan atas hal yang akan terjadi. Semua hanya sampai
dititik spekulasi dan asumsi. Hari esok adalah hasil dari yang kita tanam hari
ini. Jika hari ini kita sudah berani mengadaikan apalagi menjual idealism hanya
untuk sesuap nasi, hari esok apa lagi yang akan kita gadaikan dan kita jual
untuk memenuhi tuntutan meterialistik yang lebih tinggi. Kalau hanya persoalan
makan, minum, tidak perlu jauh-jauh menuntuk ilmu sampai perguruan tinggi.
Tidak usah sekolah pun jadi. Cukup di kampung, merawat padi, jagung, perut kita
pun bisa buncit sebagaimana perutnya orang buncit.
Jika teman-teman mahasiswa
bangga atas ijazah yang didapat setelah wisuda, saya pun harus turut bangga
atas SK DO yang diketahui dua hari sebelum saya diwisuda.
Tidak apa-apa bagi saya, disaat
banyak teman melalui jalan “mulus beraspal”, saya melalui jalan baru yang saya
buat sendiri. Satu-satunya Gubernur SEMA Fak. Syariah, di DO karena alasan
administrasi yang mengandung muatan politis hanya saya. Belum ada yang lain.
Atas ini semua, saya
berkesimpulan, ini adalah suratan taqdir Tuhan yang saya tentukan sendiri. Dan
saya meyakini, bahwa Tuhan menentukan taqdir ini karena saya dipandang mampu
menghadapi dan melaluinya. Bukankah Tuhan dalam kitabnya sudah berfirman,
“Bahwa setiap manusia akan dihadapkan pada sesuatu hal sesuai dengan kadar
kemampuannya?!.”.
Jadi, walaupun ini terasa
pahit, harus saya nikmati dengan rasa manis yang mungkin tidak semua orang
berani dan mampu “menelannya”.
Kenapa saya tidak melakukan Herregistrasi
Menjawab dari sekian Tanya yang
tidak pernah saya jawab. Melalui tulisan ini, saya akan memberikan klarifikasi.
Sejak semester I-VIII saya
tertib melakukan herregistrasi. Memasuki semester IX, saya memutuskan untuk
tidak melakukan herregistrasi tersebut dengan alasan;
=> Saya sudah tidak mempunyai mata kuliah yang harus saya kerjakan pada semester IX. Dua mata kuliah yang tidak lulus sudah saya perbaiki pada semester VII. Dua mata kuliah yang tidak lulus tersebut saya ikuti sebagaimana prosedur yang ada. Yaitu ikut kuliah selama 6 bulan penuh (satu semester). Tidak menggunakan cara-cara lain, apalagi cara-cara yang tidak dibenarkan oleh aturan yang dibuat oleh institusi.
=> Skripsi sebagai tugas wajib sebelum lulus, sudah masuk Kartu Rencana Study (KRS) pada semester VIII. Husus Fakultas Syariah, KRS berlaku otomatis. Apalagi waktu itu, saya tidak punya tanggungan mata kuliah yang harus diselesaikan. Semua mata kuliah, sekali lagi. SUDAH BERES!. Tanggungan saya pada semester VIII hanya skripsi. Karena saya disisi lain dipercaya sebagai Gubernur SEMA Syariah periode 2012-2013, ujian skripsi, saya laksanakan pada semester IX. Dan itu sudah saya komunikasikan kepada jurusan, bahkan Dekan dan Pembantu Dekan waktu itu, sudah saya beritahu, dan mereka meng-iya-kan. Waktu itu saya berfikir, skripsi sudah saya program pada semester VIII. Terus, pada semester IX, saya harus memprogram apa? Karena sudah tidak ada yang di program, saya menyimpulkan untuk tidak melakukan registrasi. Pengajuan CUTI pun yang diatur dalam Panduan Penyelenggaraan Pendidikan Program Strata Satu (S1) Tahun 2012, baru saya dapat untuk dipelajari dari Dekan Fakultas Syariah, Dr. H. Syahid HM., Setelah saya menerima SK DO dari rektor. Sebelumnya, jangankan isi dari panduan tersebut, panduannya sendiri pun saya tidak pernah dapat. Dan kata dekan, memang tidak semua mahasiswa mendapatkan panduan tersebut. Terus, kalau tidak mendapatkan panduan, dan tidak ada sosialisasi atas isi panduan tersebut, bagaimana civitas akademika mengetahuinya?. Saya yakin seyakin-yakinnya, masih 99 persen mahasiswa IAIN Sunan Ampel tidak punya panduan tersebut, apalagi mengetahui atas isi dari panduan tersebut.
Yang saya tahu, tidak pernah ada
sosialisasi atas isi panduan tersebut, termasuk bila ada perubahan atas isi
dari panduan tersebut.
Kalau sudah begitu, siapa yang salah?, walaupun saya tetap salah?
Bila kita mau kritis, setelah
saya pelajari dari sekian aturan yang diatur dalam pedoman tersebut, dan aturan
lain yang tidak terbukukan di dalam panduan tersebut, dimana aturan tersebut
jelas-jelas adalah produk hukum yang ditandatangani langsung oleh rektor dengan
sekian nomor SK-nya. Banyak ditemui ketimpangan antara aturan dan yang senyatanya.
Contoh sederhana yang menurut saya pantas diangkat sebagai contoh, yaitu
pelaksanaan Praktikum dan Pendampingan Mahasiswa (PEMA), sungguh jauh
pelaksanaannya dari aturan yang sudah jelas di SK langsung oleh rektor sendiri.
Bahkan, sayup-sayup saya mendengar, tertunggaknya praktikum dalam beberapa
semester sebelumnya, harus diselesaikan paling ahir September 2013. Tentunya,
dengan program yang mengedapankan status keformalan belaka. Bukan maksud
substansial sebagaimana yang diidealkan di dalam pedoman pelaksanaan Praktikum
dan PEMA tersebut.
Ketika peraturan masih
berbentuk demikian, lebih-lebih yang berlindung dibawah SK Rektor, maka saya
berani mengatakan, pedoman tersebut sebagai “Pedoman Mati” dan hanya sebagi
“gincu” birokrasi. Pedoman tersebut, jika begini caranya, juga sebagai alat
untuk “membungkam” mahasiswa yang kritis. Lebih-lebih bagi mahasiswa yang tidak
mau berkompromi atas sekian kecundangan birokrasi.
buktikan kepada mereka bahwa meski anda di DO, anda mampu meraih masa depan. kemampuan anda bs mengantar anda menuju tangga tertinggi impian setiap sarjana pegangguran yg hny memiliki titel dan ijasah tapi tidak mempunyai kemampuan dan keberanian menghadapi resiko yg ada. karena mereka hanya bisa DIAM
BalasHapusbuktikan kepada mereka bahwa meski anda di DO, anda mampu meraih masa depan. kemampuan anda bs mengantar anda menuju tangga tertinggi impian setiap sarjana pegangguran yg hny memiliki titel dan ijasah tapi tidak mempunyai kemampuan dan keberanian menghadapi resiko yg ada. karena mereka hanya bisa DIAM
BalasHapusTerima kasih atas supportnya.
BalasHapus