Pada
suatu hari, di negeri Indonesa, ada seorang ibu yang siap melakukan
apa saja untuk kebahagiaan seorang anaknya. Ibu ini ditinggal pergi
oleh suaminya tanpa kejelasan nafkah lahir&bathin atas dirinya
dan anaknya. Ibu ini torgolong miskin walaupun ladangnya cukup lebar,
pekerjaan sebagai petani tidak cukup untuk membiayai pendidikan
anaknya di salah satu kampus ternama. Anaknya menuntut untuk berdiri
sama tinggi, dan duduk sama rendah dengan teman sebayanya, teman yang
sebagian besar terlahir dari keluarga di atas rata-rata dari sisi
ekonomi.
Ibu
ini rela meninggalkan keluarga demi anak dalam mengejar cita-citanya.
Keluarga dari ibu ini terdiri dari seorang Kakek&Nenek yang tak
lain adalah orangtuanya yang sudah lanjut usia. Derai air mata lara
tak kuasa terbendung saat ibu ini berpamitan kepada orangtuanya,
"Hati-hati, Nak, jaga dirimu baik-baik, semoga Tuhan
melindungimu dari mara bahaya" pesan orangtua dengan linang air
mata menjadi pesan terakhir untuk menguatkan hatinya meninggalkan
keluarga, ibu ini menjawab, "Bapak, ibu, doamu penyemangatku,
ketika aku sukses, aku akan pulang kepangkuanmu" lirihnya.
Anak
yang dikuliahkan di kabupaten sebelah, tidak ketinggalan untuk
sekedar say hello dengan bundanya melalui handphone, "Bunda,
maafkan anakmu, aku tidak bermaksud memberatkanmu, aku memang meminta
banyak hal di atas batas wajar kemampuanmu, semoga upayamu untuk
membahagiakanku dapat kubalas dengan prestasi gemilang menyongsong
sukses di masa depan". Bunda pun terdiam dengan linangan air
mata, sambil berucap, "Iya, Nak, jaga dirimu baik-baik, belajar
yang tekun, saya akan mengusahakan yang terbaik atasmu, semoga kelak,
kau dapat meraih suksesmu dan membahagiakan aku dan keluarga kita
semua".
Ibu
ini berumur sekitar 36 tahun. Ditinggal pergi suaminya sudah sejak 18
tahun yang lalu. Sejak ditinggal suaminya, ibu ini bekerja ekstra
keras untuk menafkahi keluarganya, pekerjaan serabutan yang penting
baik dan halal dikerjakannya. Siang-malam banting tulang demi
selembar uang untuk anak dan keluarganya. Pekerjaan super sibuk
sebagai petani tidak cukup memenuhi segala tuntutan hidup
keluarganya, terlebih atas biaya kuliah anaknya.
Anaknya
saat ini sudah semester 5 jurusan pertanian, kepergiannya mengadu
nasib ke daerah orang tak lain hanya untuk memenuhi kebutuhan anaknya
yang terus membengkak. Hutang sana-sini sudah terjadi, dan masih
belum mampu untuk menyaurinya. Hasil tani tidak seimbang dengan biaya
perawatannya, apalagi untuk memenuhi kebutuhan hidup yang terus
melonjak.
Biaya
pendidikan (kuliah) di negeri Indonesa memang mahal, belum lagi biaya
hidup mahasiswa yang alam bawah sadarnya terjajah oleh stayle
internasional. Profesi sebagai petani amatir tidak mampu memenuhi
segala tuntutan hidup.
Ibu
ini, berbekal tekat kuat, dan plastik berisi buah mangga, akhirnya
berangkat ke kota impian, melalui Bandar Udara Juanda Surabaya,
setelah sehari sebelumnya, ticket dan dokumennya diurus oleh seorang
pemuda yang sekampung dengannya.
Restu
orangtua, dan tekad yang kuat, semoga membuahkan hasil sesuai
harapannya.
Tuhan
memberkati, Amien.
Selamat
jalan ibu, kamu hebat, karena kamu lah satu-satunya orang yang
sekampung denganmu, sudah bisa menikmati pesawat terbang.
Selamat
berkendara dari atas udara.
*Status
ini sebagai renungan atas siapa pun yang lahir dari keluarga petani
miskin, orangtua siap melakukan apa saja untuk kecemerlangan masa
depan anak-anaknya di hari esok.
Komentar
Posting Komentar
Terima kasih telah berkenan memberi komentar...