MENGGALI KEMBALI KEJAYAAN BANGSA MADURA YANG DIKUBUR

Saat ini, di Madura tengah memasuki musim panen jagung. Jagung adalah makanan khas dan makanan pokok masyarakat Madura dari generasi ke generasi. Jagung, kemudian diselip menjadi beras jagung, baru kemudian dimasak menjadi nasi jagung. Nasi ini disajikan dengan sayuran khas bernama "khengan marongki"/daun kelor. Makan jagung, akibat program nasionalisasi beras oleh pemerintah Orde Baru, sempat menjadi makanan yang disandangkan atas orang miskin. Masyakarat dibentuk untuk tidak makan jagung, karena makan jagung hanya bagi mereka yang miskin atau tidak mampu beli beras. Mindset membentuk generasi sebelum saya dan masa saya, alias, program nasionalisasi beras terjadi pada masa di senja usia kakek nenek saya. Keberhasilan pemerintah dalam membentuk mindset masyarakat terlihat ketika, generasi seumuran bapak ibu saya enggan mewarisi cara menanam (jagung) yang baik. Tidak cukup dengan nasionalisasi beras, pemerintah mengalakkan program pemupukan tanaman anorganik, alias menggunakan pupuk kimia yang disediakan pasar. Produktifitas masyarakat dalam membuat pupuk organik sebagai warisan nenek moyang "dipasung" oleh pemerintah. Warga terhipnotis dengan tanaman hasil pemupukan anorganik yang hijau daunnya, besar buahnya, dan usianya relatif singkat. Walaupun akhirnya, warga masyarakat harus membayar mahal, hasil tanaman dari pemupukan anorganik mudah terserang hama dan tidak bertahan lama. Akhirnya, masyarakat tertuntut untuk segera menjual hasil pertaniannya. goal-nya, masyarakat dalam kesehariannya tertuntut untuk tetap mengkonsumsi beras yang disediakan oleh pasar.


Melihat dan menyadari hal ini, semakin jelas jika kemiskinan di Indonesia adalah kemiskinan yang terstruktur!. Rakyat Indonesia dibuat miskin di tanah yang subur. Kelaparan di centra-centra produksi pangan yang produktif. Kebutuhan pangan dalam negeri diimpor dari negara lain. Beras dari Vietnam dan Thailand. Kedelai dari Amerika. Dan hampir semua kebutuhan (pangan) kita disuplai oleh asing. Mulai sejak bangun tidur sampai mau tidur lagi.

Menggali Kejayaan Masa Lalu!
Dulu, kakek nenek kita bangsa Madura, waktu negeri Indonesia ini masih bernama Nusantara, punya cara bertahan hidup yang bijak nan mulya. Kontur tanah di Madura hampir semuanya cocok untuk menanam jagung, bukan yang lain! Walaupun menanam padi di Madura juga tumbuh, tapi tidak sesubur daerah Jawa atau yang lainnya. Cara memupuk tanaman tidak sebagaimana kini, yaitu membuat sendiri pupuk organik; pupuk yang dihasilkan dari kotoran sapi dan kambing sebagai piaraan "wajib" masyarakat Madura. Karena tanaman dipupuk dengan pupuk organik, hasil pertaniannya lebih tahan hama dan tahan lama. Walaupun daun tanamannya tidak sehijau, buahnya sebesar, dan usianya secepat tanaman yang mendapat pupuk anorganik. Maka tak heran jika di dapur-dapur orang Madura selalu ada Turung; tempat penyimpanan Jagung selama satu musim. Jagung itu dibuat cukup untuk dimakan sampai musim tanam jagung itu datang lagi.

Dulu, kakek nenek bangsa Madura punya tradisi gotong royong yang tinggi. Hampir dalam hal apa pun, selalu dikerjakan bersama-sama. Termasuk di saat memanen jagung sampai jagung tersebut disimpan di Turung sekali pun. Tradisi gotong royong kini tetap ada walaupun tidak sekuat dan semantap dulu. Jika dulu manen jagung kemudian disimpan di Turung, sekarang manen jagung kemudian dijual ke pengepul. Karena satu alasan; jagung yang baru dipetik tidak bisa tahan hama dan bertahan lama.

Setelah ditelisik lebih dalam, akhirnya kita sadar, bahwa tujuan dilakukannya nasionalisasi beras dan komersialisasi pupuk anorganik "pemasung" pupuk organik warga, tujuan intinya adalah membunuh kreatifitas dan menghilangkan identitas bangsa, menuju bangsa yang konsumtif pragmatis dan pemuja perabadan asing.

Ini skenario pemiskinan dan pembodohan. Mari segera sadari dengan menggali kembali peradaban baik nenek moyang yang sengaja dikubur dengan peran organisasi besar bernama negara.

Komentar