MENDAKI MASA DEPAN BANGSA MELALUI SISTEM DEMOKRASI

Semalam (15/4) Indonesia Lawyer Club tampil perdana setelah sekian lama libur menghormati para caleg dan partai politik yang berkampanye. Acara itu mengangkat tema "Kecurangan Pemilu, Bisakah DPR Bebas Korupsi?!." Acara ini dibuka oleh dalang fenomenal bernama Sujiwo Tedjo. Sesi diskusi Kemudian dimulai oleh Prof Dr. Rafly Harun. Beliau dengan lantang mengatakan, bahwa praktik money politik memang marak dilakukan oleh hampir semua politisi di Indonesia. Walaupun terkadang bahasanya berbeda. Praktik tidak terpuji tersebut didukung oleh masyarakat pemilih yang rata-rata perutnya sering lapar, dan karena trauma Orde Baru, mereka berasumsi bahwa politisi itu gudangnya duit dan memiliki tabiat bejad mengkorupsi uang negara yang dibayarkan oleh rakyat melalui pajak. Sampai di kampung-kampung, muncul adegium "Mumpung saat ini, saatnya rakyat mendapat bagian, karena bila jadi, mereka (para politikus) akan pergi tunggang langgang. Program yang diproyeksikan untuk rakyat, hanya sekedar sampai, karena dalam perjalananya serat penyunatan anggaran dari pejabat teratas sampai terendah. Program tersebut berbanding terbalik dari tujuan awalnya; memberdayakan dan menyejehterakan menjadi memperdaya dan mengajari menjarah harta negara." Ini menjadi fenomena umum di masyarakat. Sehingga tak pelak, bila pemilu tiba, masyarakat enggan bergerak ke TPS bila tidak ada duitnya.


Ini menjadi konstruksi umum di masyarakat. Nagara harus hadir agar praktik bejat ini tidak terus menjadi gerakan kolosal massif yang memungkin negeri ini ambruk. Ambruk karena masyarakatnya bermental distruk. Pulihkan kepercayaan rakyat bahwa uang rakyat yang dikelola oleh negara tidak disalahgunakan dan tidak dikorupsi. Mereka yang terindikasi melakukan penyalahgunaan dan tindakan koruptif segera ditindaklanjuti untuk diadili. Adili sesuai hukum yang berlaku, bukan diserahkan kepada pengadilan opini yang hanya menghasilkan kesimpangsiuran semu. Program pemberdayaan untuk pengentasan kemiskinan, memberantas kebodohan perlu digalakkan lebih serius. Karena ketika rakyat tidak miskin, kemungkinanan untuk menfungsikan otaknya untuk berfikir jernih lebih mungkin. Karena ketika rakyat sudah pintar, kemajuan di negari ini bisa terus ditingkatkan mengimbangi kemajuan bangsa lain yang jauh lebih maju dari negeri yang kita huni ini.

Kebejatan di negeri ini bisa ditekan, jika temuan Badan Pengawas pemilu (Bawaslu), Indonesia Corruption Watch (ICW), atau lembaga pengawas lain ditindaklanjuti dengan serius. Baik temuan tersebut menyangkut money politik, maupun pelanggaran lain yang sifatnya distruktif.

Karena money politik termasuk delik pidana, maka perlu keterlibatan polisi, jaksa, dan hakim untuk memprosesnya. Polisi, jaksa, hakim sudah saatnya bertindak sesuai perannya. Pulihkan kepercayaan rakyat di tiga lembaga penegakan tersebut yang sempat buram, diburamkan oleh hampir semua orang yang berparaktik bejat di lembaga yang mestinya menegakkan hukum secara tegas. Entah itu kolusi, korupsi, maupun nepotisme.

Argumentasi segelintir orang seperti Hilmy Faishal yang menghendaki Pemilihan Legislatif (Pileg) kembali lagi ke pemilihan berdasarkan nomor urut sudah sangat tidak relevan lagi diberlakukan. Alasan Hilmy yang menganggap pemilihan berdasarkan nomor urut bisa menekan money politik hanya bisa mempermantap praktik kulutif di dalam partai. Pileg berdasarkan suara terbanyak tetap layak dipertahankan di tengah sistem demokrasi yang memposisikan rakyat sebagai vox populi vox dei (suara rakyat adalah suara Tuhan). Bila ini tetap dipertahankan, tinggal bagaimana caranya kita mencerdaskan rakyat agar pintar memilah dan memilih wakilnya untuk duduk di lembaga perwakilan (rakyat).

Bagaimanapun, demokrasi di negeri ini patut kita dukung untuk diwujudkan. Walaupun memang, menurut Aristoteles, Demokrasi adalah sistem yang lebih buruk dari Aristokrasi. Senada dengan itu, Indira Gandhi, seorang tokoh fenomenal India pernah berujar, bahwa demokrasi (liberal) itu tidak akan berjalan baik di sebuah negara yang perut rakyatnya masih sering keroncongan. Barangkali, pernyataan Aristo, sudah tidak relevan dengan masa sekarang. Dan pernyataan Indira, harus dijadikan penyemangat utama program negara untuk menghapus kemiskinan dan kebodohan.
Salam...

Komentar