MONEY POLITIC

Hari ini (9/4) pemilu legislatif terselenggara secara serentak di seluruh Indonesia. Dari Aceh sampai Papua. Pemilu kali ke tiga dengan sistem pemilihan langsung ini terjadi sejak Indonesia mereformasi dari otoritarianis'm ke demokrasi. Sebab sistem yang otoriter, men-design sedemikian rupa agar masyarakat tetap dalam garis miskin, pendidikan yang secara substansial tidak mendidik, menjadi cikal-bakal utama money politik di negeri ini membudaya.

Money politik, dalam tiga kali pemilu yang melibatkan masyarakat secara langsung, telah menggeser model politik elit yang mengandalkan loby menjadi politik bagi-bagi. Dulu, untuk menjadi wakil rakyat, harus pintar meloby "pemilik" partai politik yang serat upeti. Masyarakat tak satu pun yang dilibatkan secara langsung. Sekarang, setelah masyarakat dilibatkan, upeti itu, selain kepada pemilik parpol, juga disiwir-siwir untuk masyarakat yang memiliki hak pilih.


Money politik, dalam terminologi umum, adalah tindakan bagi-bagi, umumnya duit. Selain juga sembako, rokok, kaos, sovenir, atau hal lain yang substansinya adalah mengajak untuk memilih calon abdi rakyat mulai tingkat presiden, legislatif, sampai kepala desa. Money politic dikenal juga dengan sebutan "serangan fajar"; gerakan bagi-bagi, menjelang pagi sebelum matahari terbit, sebelum kemudian pemilihan langsung itu dihelat.

Money politic terjadi, sebagian akibat trauma masyarakat atas abdi rakyat yang punya kecenderungan "merampok" uang rakyat yang terkumpul dalam organisasi besar bernama negara. Uang yang terkumpul tersebut didapat dari pajak dan transaksi ekonomi atas nama negara. Uang tersebut, mestinya digunakan untuk menggerakkan rakyat agar sejahtera. Mulai program pemberdayaan, pengobatan, dan pendidikan yang berkualitas. Pemberdayaan, nyaris tidak ada. Pengobatan, berbiaya mahal sehingga sedikit rakyat yang menjangkaunya. Sedangkan pendidikan, selain mahal, juga serat korupsi. Pendidikan berkualitas, tidak menjadi hal utama dan berada di pertimbangan yang kesekian. Sehingga tak pelak, jika lembaga pendidikan hanya berfungsi sebagai pencetak ijazah dan produktor pengangguran.

Money politic, memerlukan waktu yang panjang untuk lenyap. Ini terjadi, karena sebab miskin dan bodohnya masyarakat. Banyak pihak yang bertindak agar untung dalam situasi ini. Mereka yang berada dalam sistem pemerintahan, selain memaksimalkan dana Bantuan Sosial (Bansos) juga punya kecenderungan menyunat program negara untuk rakyat. Mereka yang berada di luar sistem dan berencana untuk masuk ke dalamnya, memanfaatkan korporat (pengusaha) untuk memodalinya dengan deal-deal politik transaksional di dalamnya. Tepatnya, pemufakatan jual-beli kebijakan ketika nanti misal terpilih sebagai abdi rakyat. Dan mereka yang bertindak sebagai cukong, penyalur para pihak yang berkepentingan, juga tak ketinggalan untuk ambil untung menjadi makelar-makelar berkepribadian bajingan.

Money politic, sangat merugikan para pihak yang mencalonkan. Karena ketika misal terpilih, uang gaji, tunjangan, biaya reses tidak memungkinkan untuk mengembalikan modal yang telah dikeluarkan. Untuk korupsi pun, perlu ketelitian dan ke hati-hatian, karena banyak "mata" pengawas, baik dari dalam sistem negara maupun dari luar. Atas mereka yang apes, bisa jadi harus mendekam di balik jeruji besi. Bagi para calon yang tidak terpilih, kemungkinan akan terserang tekanan mental yang bisa mengakibatkan depresi berat, bahkan bisajadi gila. Karena angka modal politik sudah tak tertampung dalam logika. Atas rakyat, money politic juga sungguh merugikan. Karena mereka yang terpilih karena sebab money politic, kecenderungan untuk mengkorupsi uang rakyat lebih mungkin, dengan alasan yang sangat sederhana, mengembalikan modal politik yang telah dikeluarkannya.

Akhirnya, money politic akan menjadi satu dari sekian penyebab utama negeri ini ambruk menuju kehancuran yang nyata. Walau prosesnya tidak langsung seketika.

STOP MONEY POLITIK
Bagi mereka yang terlanjur bagi-bagi duit, terima uangnya, jangan pilih orangnya. Coblos saja mereka yang memiliki rekam jejak karya untuk bangsa. Karena bagaimana pun, nasib bangsa ini hanya patut digantungkan kepada mereka yang baik dan melahirkan banyak karya untuk Indonesia yang lebih baik.

Komentar