Pergerakan
Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) di Sunan Ampel, adalah organisasi
mahasiswa yang memiliki kuantitas kader terbanyak dari sekian
organisasi ekstra kampus yang ada. Secara politik, di Sunan Ampel,
PMII terbagi dalam dua nomenklatur; PMII Surabaya (S) dan PMII
Surabaya Selatan (SS). Walaupun secara ideologi, organisasi ini
haluannya tetap sama; Ahlus Sunnah wal-Jama'ah ala Nahdlatul Ulama'
(NU). Keduanya tidak memiliki perbedaan yang mencolok, kecuali dalam
konteks politik kampus. Bergandengan tangan ketika dalam urusan
kaderisasi seperti Mapaba dan PKD, dan bersitegang ketika dalam
urusan perebutan "kursi". Sejak saya masuk PMII, dinamika
ini sudah terjadi. Walaupun pada tahun 2009 sempat ada upaya islah,
melebur SS menjadi S, yang melebur hanya tetap dalam urusan ideologi,
urusan politik, tetap memiliki "jago" sendiri-sendiri.
PMII
S, barada di semua fakultas. Dengan basis terlemah berada di Fakultas
Tarbiah. Dari lima basis yang ada, semuanya bernaung di bawah PMII
Komisariat Sunan Ampel. Sedangkan PMII SS, hanya ada di Fakultas
Tarbiah dengan basis massa yang kuat. Di fakultas lain hanya ada
simpatisan. Dikatakan simpatisan karena belum ada lembaga struktural
yang didirikan sebagaimana PMII S yang dikenal dengan nama rayon.
Karena kuat, dalam tiga tahun terakhir, selalu menjadi pemenang dalam
perebutan kursi Presiden Dewan Mahasiswa (DEMA). Tidak hanya itu,
kursi Gubernur Senat di Fakultas Tarbiah, sejak saya masuk kampus
Sunan Ampel sampai sekarang, "penguasanya" tetap
sahabat-sahabat PMII SS. Luar biasa bukan?, hal ini terjadi, karena
PMII SS, tingkat soliditasnya jauh lebih mantap ketimbang PMII S.
PMII S walaupun berada di lima fakultas dengan basis massa yang lebih
banyak daripada SS, selalu "kalah" dalam "pertarungan"
politik kampus. Padahal, harus tetap diakui, secara struktural
organisatoris, PMII SS sampai kini masih inkonstitusional, alias
tidak memiliki ketersambungan garis struktural dengan PMII Pengurus
Cabang (PC) Surabaya, PMII Pengurus Kordinator Cabang (PKC) Jawa
Timur, dan Pengurus Besar (PB) PMII Pusat.
Organisasi
kampus selain PMII, dalam konteks politik kampus, sejauh ini hanya
bertindak sebagai mitra koalisi. Dengan deal-deal politik berbasis
pembagian "kue". Tak lebih. Walaupun dulu sempat hadir
Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama' (IPNU) Sunan Ampel yang "menjagokan"
kadernya sebagai Wakil Presiden (Wapres) dalam bursa politik DEMA,
kini organisasi pelajar yang merupakan underbow-nya NU ini tak lagi
terdengar sebagai pemain utama dalam dinamika politik kampus
tersebut. PMII lah yang sampai kini mendominasi bidak catur perang
politik kampus, walaupun secara nyata, apatisme masyarakat kampus
atas pergolakan politik ini tambah hari semakin meninggi.
Berkuasanya
PMII SS, tak lebih karena PMII S selalu dilanda konflik tak
berkesudahan menjelang pertarungan perebutan kursi politik kampus
dihelat. PMII S selalu dilanda perang "saudara" ketika
tengah memasuki penentuan jago politiknya dalam perebutan kursi DEMA.
Dan konflik ini sering dimanfaatkan oleh "lawan-lawan"
politik PMII S untuk memperkeruh perang saudara tersebut dengan
melakukan negoisasi politik, menawarkan "kue-kue" manis
jika mau sepaham dengan gerakan pemenangan yang dimiliki oleh rival
politik tersebut. Tak sedikit dari golongan yang sakit hati, merasa
dicundangi, dikhianati, di kalangan PMII S, dengan seribu alasan
kemudian sudi untuk turut bersama gerbong memenangkan jago sang
rival. PMII S, walaupun didukung oleh basis massa yang secara
kuantitas jauh lebih banyak dari PMII SS, akhirnya harus sudi menelan
pil pahit kekalahan.
Jika
PMII S mau belajar pada "kesalahan" yang sudah berlalu.
Peluang besar untuk kembali "menguasi" kampus yang sering
dijuluki "kampus 117" ini lebih mungkin. Karena basis massa
PMII S, berada di lima fakultas. Dengan rasionalitas politik,
kuantitas massa pendukungnya jauh lebih besar dari PMII SS.
Sebagai
kader yang dibesarkan di PMII S, saya memiliki usulan untuk
mengembalikan kejayaan PMII S yang kini masih meredup. Pertama,
setiap dilaksanakan Musyawarah Besar (Mubes) oleh Komisariat, buatlah
kesepakatan tertulis tentang kreteria calon yang akan diusung sebagai
presiden dan wakil presiden DEMA. Kesepakatan tertulis itu jadikan
sebagai dasar hukum ketika menggodok calon. Calon yang digodok adalah
kader PMII S dari lima rayon yang ada. Calon yang diangkat harus
berdasarkan prestasi, dedikasi, dan loyalitas yang tinggi atas
organisasi. Setiap rayon berhak menjagokan kadernya. Penentuan calon
itu harus digodok dalam satu forum yang dihadiri oleh kader yang
telah memenuhi persyaratan yang disepakati. Satu forum maksudnya,
meminjam istilah partai politik di Indonesia, dikenal dengan sebutan
"Musyawarah Nasional". Silakan adu argumentasi, adu taktik
strategi untuk "memenangkan" calonnya merebut rekomendasi
Komisariat dalam forum tersebut. Calon yang mendapat rekomendasi,
cukup satu pasang calon. Nah, setelah bermusyawarah mufakat, maka
setiap kader PMII S di semua rayon harus bersatu mendukung calon
tersebut. Pihak yang kalah harus "legowo" dan ditempatkan
di posisi yang layak bila misal PMII S beruntung sebagai pemenang.
Pihak yang kalah harus memiliki jiwa besar untuk kemudian bersatu
memenangkan sang calon. Demi kepentingan yang lebih besar; eksistensi
dan nama baik PMII S. Jangan mudah (mau) ditawari "kue"
oleh rival politik yang tentanya sangat pendek. Sekali melakukan
"pengkhianatan", menelikung di belakang dengan membangun
kerjasama politik untuk memenangkan sang rival, maka sekali itu juga,
"pengkhianatan" itu akan menjadi referensi negatif semua
orang dalam jangka panjang. Terlebih, bagi mereka-mereka yang tahu
atas "pengkhianatan" tersebut. Kedua, hindari intervensi
senior yang dari dulu polanya memang (suka) memecah belah kader di
bawah. Senior yang suka melakukan propaganda agar tidak bersatu
dengan salah satu rayon tertentu karena ego, dan konflik politiknya
yang tak pernah ada upaya islah pada masa ia berproses di Rayon atau
Komisariat, jangan dijadikan pegangan dalam melangkah. Karena apa pun
alasannya, perpecahan itu adalah tindakan yang tidak menguntungkan.
Apakah tidak cukup sebagai referensi, bahwa praktik pecah belah
(devide et empire) diberlakukan penjajah hanya untuk menguasai negeri
yang dulu bernama Nusantara ini. Jika propaganda praktik pecah belah
ala senior masih diperhatikan, berarti sahabat-sahabat menghendaki
PMII S terus mengalami keterpurukan. Terpuruk karena perang saudara
yang tak berkesudahan. Dalam waktu panjang, sebagaimana Belanda atas
Indonesia, PMII S akan mengalami "kepunahan". Punah
sebagaimana raja-raja Nusantara dulu yang musnah karena
dipertarungkan oleh penjajah yang kata sejarah menjajah selama kurang
lebih 350 tahun. Dua pemikiran di atas juga dapat diterapkan oleh
rayon-rayon dalam menentukan calon Gubernur dan Wakil Gubernur SENAT
di masing-masing fakultas.
Jika
misalkan PMII S kalah dalam "pertarungan" politik kampus
sebagaimana sekarang, konsistenlah sebagai oposan yang setia
memberikan kritik konstruktif atas jalannya "pemerintahan".
Kritik konstruktif itu perlu sekaligus sebagai kontrol agar kekuasaan
tidak disalahgunakan. Bukannya Lord Action pernah berujar, "kekuasaan
tanpa kontrol cenderung disalahgunakan!?".
Jika
suatu waktu kembali merebut kekuasaan, berlakukanlah politik
akomodatif; tindakan memasukkan orang non PMII S dan para
professional. Hal tersebut sebagai pengimbang agar organ non PMII S
dapat melakukan kontrol dari dalam, dan professional dapat
menjalankan agenda yang telah terprogram. Selain itu, terbukalah atas
kritik. Lebih-lebih yang konstruktif. Bila perlu, adakan forum
silaturrahim dengan semua mahasiswa di tiap fakultas secara berkala.
Guna mendiskusikan problem dan menemukan solusinya secara
bersama-sama. Dorong semua mahasiswa, terlebih, rival-rival politik
PMII S untuk memberikan kritik yang konstruktif. Baik kritik itu
disampaikan secara langsung, atau media penghubung lain seperti
"social media". Karena kritik itu, merupaka "vitamin"
yang "menyehatkan".
Yang
tak kalah penting, perhatikan kaderisasi berbasis intelektual,
berprestasi di berbagai bidang sesuai dengan fokus kajian
masing-masing kader. Karena kita kini, tengah memasuki "pertarungan"
berbasis prestasi, bukan lagi berada di zaman yang penuh basa-basi.
Selamat
berbenah sahabat-sahabat, kebersamaan jauh lebih baik dari
perpecahan.
Komentar
Posting Komentar
Terima kasih telah berkenan memberi komentar...