Sebagai
generasi bangsa, tentu kita tahu terhadap keris. Ini biasa ada dan diturunkan
dari generasi ke generasi. Keris pada masa lalu, ibarat KTP pada masa kini.
Keris adalah identitas manusia Nusantara yang masing-masing di antara mereka
memilikinya. Kepemilikan keris ini tidak ada duanya. Dalam proses pembuatan
keris, sang empunya—pembuat keris, melakukan ritual-ritual tertentu yang
waktunya relatif lama. Rata-rata di antara satu sampai dua tahun. Selama
membuat keris, sang empu berpuasa. Baik dari makan-minum, seksual, sampai
melakukan pertapaan-pertapaan sebagai bentuk pendekatan kepada sang maha kuasa,
dan menjauh dari hiruk-pikuk kepentingan dunia, istilah Islam-nya, zuhud.
Karena hal itu,
keris yang diwariskan memiliki kekuatan tertentu dan tak sedikit yang didiami
mahluk astral. Dalam perawatannya, pada waktu tertentu, ada yang dibakari dupa,
ditetesi darah ayam hitam legam, dan seperangkat ritus-ritus lain sesuai dengan
arahan sang empu, atau sesuai wangsit yang biasa datang melalui mimpi.
Orang sekarang
yang memiliki keris, selain warisan, ada juga yang didapat dari tirakatan. Pun
banyak, karena ahli waris tidak memiliki ilmu keperawatan keris, kerap dijual
kepada orang lain dengan penyebutan uang "mahar". Orang yang
mendapati keris dengan cara mahar ini, biasanya berusaha untuk menyambungkan
dirinya dengan mahluk astral di balik keris itu. Beda dengan keris warisan atau
hasil tirakatan. Keris warisan, sudah diikrarkan oleh pemilik pertamanya untuk
terus diwariskan. Mahluk astral di balik itu, semacam telah memiliki perjanjian
demikian dengan pemilik pertamanya. Sedangkan keris hasil tirakatan, antara
mahluk astral dan orang yang bertirakat tersebut, semacam telah menemukan
kecocokan untuk hidup bersama. Keris itu tiba-tiba hadir tatkala orang yang
bertirakat sedang tirakat. Itu tanda sederhana, bahwa keris tersebut merasa
cocok dengan orang yang bertirakat tersebut.
Keris, sejauh
yang saya tahu, memiliki kegunaan yang beragam. Ada yang bisa dibuat
menyembuhkan sengatan binatang buas, sarang hujan, dan perisai diri dari musuh
dan segala mara bahaya lain. Kekuatan keris ada, karena di balik keris yang
mungil itu bersemayam mahluk astral yang turut campur tangan-angan dalam setiap
urusan sang pemilik keris tersebut.
Keris yang
benar-benar menyatu dengan pemiliknya, walaupun hilang, atau dicuri orang
sekalipun, ia akan tetap kembali. Tidak hanya keris, akik, jimat-jimat, atau
hal lain yang berbau mistis, akan selalu setia mendimpingi yang punya.
Nah, sekarang,
bagaimana keris atau hal mistis lain keterhubungannya dengan ajaran agama,
utamanya Islam. Banyak orang mengatakan, melakukan ritus seperti bakar dupa dan
yang lainnya adalah bentuk dari kesyirikan. Karena telah menggeser posisi
Tuhan. Keselamatannya digantungkan pada keris, jimat, akik, dst. Bila itu
terjadi, benar masuk golongan orang syirik. Tapi bila yang punya memposisikan
keris, jimat, akik, dst sebagai mitra, atau memposisikannya sebagai
pembantu-balatentara hidup, bagi saya sah-sah saja dan boleh. Kita jangan
ber-Tuhan sama keris, akik, jimat, dst. Tuhan kita tetap Tuhan yang
sesungguhnya. Kekuatan keris, akik, jimat, dst karena dibaliknya ada mahluk
astral kita anggap bagian dari bentuk ke-Mahakuasa-an Tuhan. Mahluk astral
dibaliknya, tetap dibawah kendali kita. Kita harus menjadi raja atas mereka,
alias keputusan bulat untuk melakukan ini itu tetap apa kata kita. Tentu
keputusan yang diambil berdasarkan pertimbangan hati dan akal pikir sebagai
anugerah terdahsyat yang telah Tuhan bekalkan kepada kita. Kita ini pemimpin,
sebagaimana telah diperkuat oleh firman-Nya dalam al-Quran.
Ritus seperti
membakar dupa dan meneteskan darah ayam hitam legam tetap lakukan sebagai tanda
terimakasih atas mahluk astral yang telah membantu kita. Kecuali ritus
terlarang seperti tumbal manusia atau tindakan distruk lainnya. Mahluk astral
yang baik, biasanya dalam ritusnya tidak pada hal-hal yang terlarang. Beda
dengan mahluk astral yang buruk, pasti ritusnya mengandung muatan distruk.
Dalam hal ini, tetap kita sebagai pengendali utamanya.
Tidak benar bila
ada yang mengatakan, melakukan ritus dan mewarisi-memiliki keris, akik, jimat,
dst adalah bentuk ke syirikan. Karena hal itu tergantung niat dan bagaimana
yang punya memposisikannya. Soal kesyirikan, tidak hanya pada keris, akik,
jimat, dst-nya. Atas uang sekalipun, banyak orang yang terjerumus dalam ke
syirikan. Karena telah memposisikan uang sebagai maha segalanya. Mau melakukan
apa saja demi uang juga bagian dari bentuk kesyirikan.
Allahua’lam…
Komentar
Posting Komentar
Terima kasih telah berkenan memberi komentar...