Omah Munir; Musium HAM di Indonesia dan Pertama di Asia

Hari ini, Minggu, 7 Desember 2014, bersama seorang teman, Arif Abdullah, saya berkunjung ke "Omah Munir" di Jl. Bukit Berbunga No. 2, Batu, Jawa Timur. "Omah Munir" adalah musium Hak Asasi Manusia (HAM) di Indonesia dan satu-satunya di Asia. Musium ini, sebagaimana dijelaskan oleh staf musium tersebut, dihadirkan untuk mengenang jasa-jasa Munir Thalib Said dalam konteks pembelaan atas manusia yang tertindas dan ditindas. Juga, untuk memberikan pendidikan kepada kaum muda agar dapat melanjutkan tapak langkah perjuangan Munir dalam membela orang lemah.


Sejak mahasiswa di Fakultas Hukum, Universitas Brawijawa Malang (1985-1990), Munir memang vokal, kritis, dan potensi gerakan advokasinya sudah mulai nampak. Maka tak heran bila ia pernah menjadi Ketua Senat Mahasiswa di almamaternya.

Semasih sebagai mahasiswa, pada tahun 1989 ia bergabung sebagai tenaga relawan (volunteer) Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Surabaya pos Malang. Setelah menjadi sarjana Hukum pada 1991 dengan judul skripsi "Perlindungan Hukum Terhadap Buruh dalam Penetapan Upah di Perusahaan Industri", ia kemudian memimpin LBH Surabaya Pos Malang, bertindak sebagai kordinator devisi perburuhan, divisi sipil dan politik (1992-1993), menjadi Ketua Bidang Operasional LBH Surabaya (1993-1995), kemudian ke Jakarta sebagai sekretaris Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), dan pada Maret 1998, ia mendirikan KontraS.

Pada tahun 1993, ia bertindak sebagai Penasehat Hukum Warga Nipah Madura dalam kasus pembunuhan petani oleh militer. Pada tahun 1994, ia mengadvokasi Muhadi Supir yang dituduh melakukan penembakan terhadap petugas polisi di Madura, ia bertindak sebagai penasehat hukum sebelas buruh PT Catur Putra Surya (CPS) Sidoarjo—teman Marsinah yang diberhentikan secara paksa oleh perusahaan dan pihak Kodim, dan menjadi penasehat Hukum Keluarga Marsinah. Pada tahun 1995, ia menjadi penasehat hukum mahasiswa dan petani di Pasuruan dalam kasus PT. Chief Samsung dengan tuduhan sebagai otak kerusuhan, dan menjadi anggota tim penasehat hukum Dr. George Aditjondro dalam kasus tuduhan penghinaan terhadap pemerintah. Dan beberapa kasus lainnya di penghujung kekuasaan orde baru yang tak bisa disebutkan satu persatu.

Menjadi pengacara adalah pilihan hidup Munir, terlebih dalam persoalan humanisme. Munir terkenal sebagai pejuang kaum marjinal, utamanya buruh. Munir yang pernah menjadi Direktur LBH Semarang ini pernah kena denda 28.750 oleh Pengadilan Negeri Malang karena mengadakan pertemuan tanpa izin dengan kliennya. Tapi ia menolak denda tersebut karena menganggap hal itu bertentangan dengan prosedur acara dalam KUHAP yang menetapkan bahwa penyidik harus terlebih dahulu memberitahukan secara tertulis kepada terdakwa tentang hari, tanggal, jam, serta tempat pemeriksaan dalam suatu perkara.

Selama sebagai aktifis HAM, pada 1999 ia mengusut pelanggaran HAM berat di Timor Timur—sekarang Negara Timor Leste yang telah memakan korban, menurut laporan HAM internasional, berjumlah lebih dari 1.500 orang. Munir mendorong agar para pelanggar HAM berat ini diadili oleh Mahkamah Internasional yang terletak di Den Haag, Belanda. Mengingat, waktu itu Indonesia masih belum memiliki pengadilan HAM. Atas desakan itu, akhirnya pada tahun 2001 pemerintah Indonesia membentuk pengadilan HAM Ad Hoc. Tapi para pelanggar HAM berat malah disanksi ringan dengan mutasi, hanya satu yang dijatuhi hukuman penjara singkat. Sebagian yang lain malah mendapatkan promosi kenaikan pangkat.

Pada tahun 2004, Munir mendapatkan beasiswa dari Interchurch Organization for Development Cooperation (ICCO) untuk program Master dalam bidang Hukum Humaniter di Universitas Utrecht, Belanda. Nah, dalam perjalanan menuju-menempuh study ini, Munir ditengarai diracun oleh Pollycarpus Budihari Priyanto, dengan membubuhkan arsenik di Bandar Udara Changi, Singapura. Akhirnya, setelah muntah dan mencret yang terus menerus terjadi, Munir merenggang nyawa di atap langit Rumania dengan mulut berlendir, tangan membiru, dan tubuh meringkuk. Sang pejuang pergi meninggalkan kejahatan demi kejahatan HAM yang masih tetap terus subur terjadi pada 7 September 2004.

Kronologi kematian Munir:
Dua hari terakhir di udara
6 September 2004
20:00 Wib
Munir check in untuk penerbangan Garuda GA 974 menuju Amsterdam, Belanda. Dari Bandar Udara Soekarno-Hatta, Jakarta. Ia mendapat kursi kelas ekonomi nomor 40G

20:30 Wib
Mulai antre masuk pesawat. Di situ ia didekati Pollycarpus Budihari Priyanto dan menawari Munir duduk di kursinya di kelas bisnis. Munir pindah kursi nomor 3K yang sebelumnya ditempati Polly.

22:02 Wib
Pesawat lepas landas dari Bandara Soekarno-Hatta

23:40 Wib
Tiba di Bandara Changi, Singgapura untuk transit sekitar satu jam

00:00 Wib
Munir singgah di Coffe Bean Bandara Changgi. Ia berbincang bersama Polly dan seorang bernama Ongen Latuihamallo. Di sinilah Polly diduga kuat membubuhkan arsenik ke dalam minuman Munir.

00:40 Wib
Penumpang mulai masuk ke pesawat. Munir berkenalan dengan dr. Tarmizi Hakim di barisan antrian penumpang. Ia kembali ke tempat duduknya di kelas ekonomi nomor 40G karena Polly hanya sampai di Singgapura.

00:48 Wib
Munir meminta obat Promag kepada pramugari Tia Dewi Ambara karena perutnya mual. Tia memintanya menunggu sebentar setelah pesawat tinggal landas.

00:53 Wib
Tia membangunkan Munir yang tertidur menawarinya makanan dan minuman, dan menyampaikan bahwa promag tidak tersedia. Munir hanya minta teh hangat.

01:20 Wib
Untuk pertama kalinya sejak lepas landas, Munir pergi ke toilet.

03:00 Wib
Saat Munir hendak ke toilet lagi, ia berpapasan dengan pramugara Bondan Hernawa. Sambil mengeluhkan sakit perut kepada Bondan, ia meminta tolong memanggi Tirmizi.

03:10 Wib
Munir menjelaskan kepada Tirmizi bahwa dirinya sudah enam kali muntah dan buang air besar sejak terbang dari Singgapura. Tirmizi meminta kepada Purser Madjib Nasution agar Munir pindah ke kursi 4D yang kosong supaya dekat dengan kursinya. Saat diperiksa, denyut nadi Munir lemah dan mengalami gejala kekurangan cairan.

03:15 Wib
Munir kembali masuk ke toilet diikuti Tirmizi dan beberapa pramugari. Ia muntah dan buang air. Kemudian kembali ke kursi 4D sambil batuk-batuk berat.

03:25 Wib
Tirmizi memberikan dua tablet anti diare New Diatabs, satu obat perih kembung zantacts, dan satu Promag kepada Munir dari tasnya sendiri.

03:30 Wib
Munir kembali ke toilet

03:35 Wib
Tirmizi menyuntikkan Primperam (obat anti mual dan muntah) yang didapat dari kotak obat pesawat ke tubuh Munir. Efek obat itu menyebabkan Munir tertidur.

06:30 Wib
Munir bangun dan kembali ke toilet. 10 menit kemudian, Madjib membuka pintu dan Munir bersandar lemas di dinding. Ia lalu diangkat ke kursi 4D

06:45 Wib
Tirmizi kembali menyuntikkan cairan ke tubuh Munir, kali ini Diazepam. Tapi Munir masih merasakan mulas. Lima belas menit kemudian, ia balik lagi ke toilet.

07:30 Wib
Munir kembali tertidur dalam posisi miring.

12:10 Wib
Tubuh Munir miring menghadap menghadap kursi. Mulutnya mengeluarkan air liur tidak berbusa, dan telapak tangannya membiru. Setelah diperiksa sejenak, Tirmizi berkata bahwa Munir telah tiada. Munir diperkirakan meninggal sekitar pukul 10:00 Wib ketika pesawat berada di langit Rumania.

Pollycarpus sebagai seorang yang terbukti terlibat dalam pembunuhan Munir diganjar dengan hukuman 14 tahun penjara. Cuma, dalam beberap hari terakhir, di usia pemenjaraanya yang masih berumur 8 tahun, ia mendapatkan pembebasan bersyarat dari Direktorat Jenderal Lembaga Pemasyarakatan Jawa Barat. Sebagian kalangan menganggap, ini adalah kado pahit atas akfitis HAM Munir yang tengah memasuki hari ulang tahun kelahirannya.

Muchdi Purwoprandjono –bekas Danjen Kopassus yang diduga kuat sebagai salah satu otak pembunuhan Munir— pada tahun 2010, diputus bebas dari segala tuduhan oleh Mahkamah Agung (MA), setelah MA menolak kasasi Kejaksaan Agung. Posisinya sebagai deputi V Badan Intelejen Negara (BIN) waktu itu dan beberapa bukti kuat lain telah mendukung akan keterlibatannya dalam skandal pembunuhan Munir. Keadilan di republik masih terseok-seok karena masih belum sepenuhnya didukung oleh kebijakan politik yang humanis.


Setiap bulan, tepat pada tanggal 7 dan 8, di musium ini di selenggarakan diskusi terbuka. Boleh dihadiri oleh kalangan mana pun. Bagi teman-teman yang dari arah Surabaya, jika mau datang ke musium ini dan tidak mau bermalam, baiknya naik Kereta Api Surabaya-Malang yang jadwal berangkatnya sekitar jam 03:00 pagi. Sampai di Malang sekitar jam 06:00 Wib. Mengejar efesiensi, naiklah kereta ekonomi yang biayanya cuma 4rb sekali berangkat. Kemudian naik angkot menuju musium tersebut. Sorenya baru balik ke Surabaya melalui stasiun yang sama. Mengantisipasi segala keterbatasan ticket kereta, alangkah baiknnya bila melakukan pembelian ticket jauh-jauh hari sebelumnya.

Komentar