Mathur Husairi
(47), aktifis antikorupsi Center Islam for Demcration (CIDe) Kabupaten
Bangkalan, Jawa Timur pada Selasa (20/1) dini hari ditembak orang tak dikenal
tepat di depan rumahnya. Jl. Teuke Umar III/54 Kelurahan Kemayoran Bangkalan.
Mathur malang
melintang sebagai aktifis yang peduli atas rakyat sudah sejak ia sebagai
mahasiswa di Fakultas Tarbiyah, Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Ampel
Surabaya saat kampus tersebut masih berstatus Institut Agama Islam Negeri
(IAIN)—1992. Menurut pengakuan paman Mathur—Syakur, saat penulis menemuinya di
Rumah Sakit dr. Soetomo (21/1), Mathur termasuk korban ke-5 dari sekian
penganiayaan atas para aktifis yang menyuarakan tentang korupsi di Bangkalan.
Mathur yang
rumahnya kerap dilempari batu ini pada tahun 2006 (Radar Madura, 22/1)
melaporkan dugaan tindak korupsi yang dilakukan oleh Fuad Amien -yang kini
sebagai Ketua DPRD Bangkalan dan sebagai Bupati Bangkalan dua periode (2003-2013)
terkait proyek pembangunan MISI di Kecamatan Socah, Bangkalan. Di tahun 2014,
melaporkan dugaan korupsi proyek pengaspalan Bujuk Sarah di Desa Martajesah.
Dan di awal Januari lalu, ia memimpin demo dugaan pungutan liar di Dinas
Pendidikan dan pengangkatan Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) di
Badan Kepegawaian Kabupaten Bangkalan.
Konsistensi
Mathur dkk, untuk menegakkan keadilan dan melawan kebathilan—korupsi di
Bangkalan, terbukti sejak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)
melakukan tangkap tangan atas Fuad Amien (2/12/2014) dalam dugaan kasus suap
dan gratifikasi. Tertangkapnya Fuad, patut diduga karena konsistensi Mathur
dalam melaporkan dugaan tindak pidana korupsi. Kuat dugaan, penembak Mathur
adalah orang suruhan Fuad Amien. Karena Mathur, menurut aktifis Bangkalan
Corruption Watch (BCW), akan dimintai keterangan sebagai saksi oleh KPK
terkait kasus Fuad Amien dalam waktu dekat.
Berharap dalam
waktu sesegera mungkin, polisi mampu mengungkap pelaku penembakan itu berikut
dalang di baliknya. Supaya Mathur-Mathur yang lain, sesama aktifis antikorupsi,
tidak berjatuhan di republik yang berasas hukum ini. selain itu, polisi harus
bekerja sebaik mungkin untuk mengawasi peredaran senjata api di masyarakat.
Karena dari buah bibir yang kerap kali didengar di masyarakat Madura umumnya,
senjata api sudah menjadi rahasia umum kepemilikannya oleh pihak-pihak yang
merepresentasikan dirinya sebagai abdi Negara. Sampai di tataran Kepala Desa
sekalipun.
Jika penembak
Mathur tidak terungkap, aktifis antikorupsi yang lain juga terancam. Dan orang
yang akan memilih bergiat di jalur antikorupsi akan semakin sulit berkembang.
Bila ini terjadi, republik yang sudah merdeka selama 69th ini, yang
lagi dalam cengkeraman kuat korupsi, akan lebih sulit bangkit apalagi mengejar
ketertinggalan dari Negara lain. Baik yang statusnya sebagai Negara berkembang,
apalagi bagi yang telah berstatus sebagai Negara maju.
Melalui tulisan
ini, penulis mengajukan beberapa ide agar para pengiat antikorupsi di republik
ini tidak mengalami “kemandulan”. Pertama, para aktifis itu, dijamin
keselamatannya oleh Negara—polisi dengan membekalinya baju antipeluru dan kebal
atas ancaman senjata tajam lainnya. Atas aktifis yang tengah menyoal dugaan
korupsi besar, perlu ada petugas kepolisian yang terus mengawasinya dari
ancaman yang setiap saat mengintai. Kedua, Lembaga Saksi dan Korban
(LPSK) sebagai pelaksana UU 13/2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban harus
berani mem-back up orang-orang yang tergabung dalam gerakan ini. Negara
perlu mengistimewakan atas orang-orang yang bergerak dalam pemberantasan korupsi.
Tidak hanya ia dilindungi jiwa dan raganya, tapi kesejahteraannya juga perlu
diperhatikan. Pengistimewaan itu sangat baik bila didukung oleh seperangkat
aturan dan perundangan. Karena UU 13/2006, masih terkesan setengah hati untuk
memberikan perlindungan. Utamanya atas aktifis antikorupsi. Selama ini, di
tengah Negara mengelorakan antikorupsi, para aktifis antikorupsi tidak
mendapatkan perhatian yang cukup. Padahal suara lantang dalam mengelorakan
korupsi resikonya sungguh besar. Aktifis antikorupsi itu, harus mendapatkan
balasan setimpal dari Negara atas “jalan hidup” yang telah dipilihnya.
KPK sebagai
lembaga Negara yang khusus bergerak dalam pemberantasan korupsi, akan mengalami
banyak kesulitan bila tidak didukung oleh aktifis antikorupsi. Terbukti dari
sekian banyak laporan yang masuk ke KPK, hampir semuanya lahir dari aktifis
antikorupsi.
Dari sekian
masalah negeri yang diberitakan oleh media massa dan dibincangkan oleh publik,
persoalan korupsi inilah yang mendominasi. Langkah korupsi agar tidak tuntas di
republik dapat dilihat dari sekian rentetan peristiwa mulai dari penjegalan atas
KPK sampai penembakan seperti yang dialami Mathur. Semangat Negara untuk
benar-benar menganyang korupsi di republik menjadi sanksi tatkala tindak-tanduk
para elit birokrasi justru yang nampak adalah geliat menyuburkan korupsi. “Korupsi
semacam dikecam di mulut tapi dalam tindakan dan pikiran kita semakin subur dan
berkembang cukup pesat”. Begitu kira-kira yang pernah dipesankan oleh MH
Ainun Nadjib—Cak Nun melalui syairnya.
Komentar
Posting Komentar
Terima kasih telah berkenan memberi komentar...