Indonesia Belajar Institute
(IBI) pada Jumat, 13 Maret 2015, mendiskusikan tentang motif politik dibalik
munculnya Surat Perintah Sebelas Maret—Supersemar. Supersemar yang lahir pada
1966 tersebut patut dicurigai sebagai kudeta terselubung untuk menumbangkan
Soekarno sebagai presiden. Mengapa Soekarno harus ditumbangkan? Karena Soekarno
memiliki keterhubungan yang kuat dengan orang dan ideologi komunis. Yang mana,
setahun sebelumnya, 1965, orang-orang yang di-cap komunis dibasmi dari republik
karena dituduh sebagai penyakit. Versi Asvi Warman Adam—sejarawan Lembaga Ilmu
Pengetahuan Indonesia (LIPI), hampir lima juta rakyat Indonesia dieksekusi mati
tanpa melalui proses pengadilan. Terkait hal ini, Joshua Oppenheimer (40), warga
negara Amerika yang tinggal di Denmark menampilkan film dokumenter: “The Act
Of Killing; Jagal, dan “The Look of Silent; Senyap”
Supersemar patut dicurigai
sebagai langkah lanjutan dari tragedi 1965 untuk membersihkan orang yang
terpengaruh oleh pemikirannya Soekarno secara khusus dan komunisme secara umum.
Jamak kita tahu, bahwa perang dunia II (1939-1945), sebagai perang ideologi
antara komunisme dan liberalisme, menjadi cikal-bakal kuat atas lahirnya surat
kontroversi yang sampai kini itu. Dalam perang besar itu, komunis, di bawah Uni
Soviet—kini Rusia, mengalami kekalahan talak sejak di Hiroshima dan Nagasaki
Jepang di-bom atom oleh Amerika. 15 Agustus 1945, kekaisaran Jepang kemudian
menyerah dan mengakhiri perang di Asia. Jepang sebagai penjajah formal terakhir
di Indonesia, menarik mundur pasukannya dari Indonesia. Kemudian Indonesia pada
17 Agustus 1945, mendeklarasikan diri sebagai Negara merdeka. Atas hal ini,
maka tak heran bila muncul buku yang ditulis oleh Frances Gouda dan Thijs
Brocades Zaalberg dengan tema “Indonesia
Merdeka karena Amerika?” (Serambi-2008).
Supersemar sebagai konspirasi
terselubung karena sejak itu Soekarno sebagai presiden (1945-1966) yang banyak
menyerap faham komunisme, legitimasinya diambil alih oleh Soeharto yang waktu
itu masih sebagai Menteri Panglima Angkatan Darat. Satu hari sejak terbitnya Supersemar,
Soeharto kemudian membubarkan Partai Komunis Indonesia (PKI) dan menganti
anggota-anggotanya di parlemen yang secara prinsip satu faham dengan Soekarno. Pengambilalhihan
itu menjadi semakin moncer tatkala Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara
(MPRS) pada sidang umum keempat tahun 1967 memberhentikan Soekarno dari
presiden kemudian mengangkat Soeharto sebagai presiden. Mengapa Soekarno
diberhentikan? Karena salah satunya diduga turut bertanggungjawab atas ‘kekacauan’
negeri yang kemudian mengakibatkan lahirnya Supersemar yang diduga kuat telah
dipalsu tersebut. Soekarno menjadi tumbal dari kekejaman konspirasi yang di
belakang itu, pemenang perang dunia lah yang terduga kuat memainkan. Soekarno sendiri
sampai akhir hayatnya (21 Juni 1970), enggan berkomentar terkait Supersemar. Supersemar
yang diduga palsu tersebut, kini tersimpan di Arsip Nasional Republik Indonesia
(ANRI) dalam tiga versi; versi Pusat Penerangan TNI AD, Yayasan Akademi
Kebangsaan, dan versi Sekretariat Negara. Ketiga versi ini, berdasarkan hasil
pengujian terhadap material Supersemar, kerjasama ANRI dengan Pusat
Laboratorium Forensik Badan Reserse Kriminal Polri menyatakan, ketiganya tidak
asli. Tapi tim penguji ini tidak mengatakan palsu sebelum yang asli benar-benar
ditemukan. Dugaan kuat, Supersemar yang asli berada di presiden republik Indonesia
kedua; Soeharto.
Pada tahun 1974, Soeharto
mendirikan Yayasan Supersemar. Yang didekasikan untuk menyalurkan beasiswa atas
generasi bangsa Indonesia dalam bidang pendidikan. Yayasan supersemar ini
menjadi menarik karena alumninya kemudian banyak menjadi penopang kuat Rezim
Soeharto selama 32 tahun. Mulai tingkat nasional sampai di tataran RT/RW. Beasiswa
atas generasi muda Indonesia untuk “berkarya”. Benar, pada akhirnya banyak
jebolan Yayasan Supersemar ini aktif di “Golongan Karya”; Partai Politik yang
dijadikan ‘mesin’ oleh Soeharto untuk memperkuat kekuasaan otoriternya itu.
Saat Soeharto berkuasa, sudah
pasti sepenuhnya didukung oleh pemenang perang dunia II, karena sejak
pembasmian orang yang dituduh komunis, konspirasi terselubung penggulingan
presiden Soekarno, sampai pemaknaan atas Pancasila dan UUD ’45 yang sedikit
memuat paham komunisme dikeberi dan disalahalurkan. Hal ini dapat difahami dari
lahirnya program yang biasa dikenal dengan P-4, dan lahirnya paraturan perundangan
lain yang memposisikan orang berbau komunis sebagai musuh bersama yang harus
ditanggalkan. Selain itu, untuk menekan faham komunisme agar tidak bertumbuh
kembang, orang Indonesia yang tergolong mengerti komunis disembunyikan. Tan
Malaka sebagai pemikir besar bangsa dibonsai, Pramoedya Ananta Toer diasingkan
ke Pulau Buru, Maluku, dipenjarakan tanpa melalui proses pradilan.
Soeharto sebagai ‘pemain’ dan
penopang kuat pemilik kepentingan pemenang perang dunia II juga dapat dilihat
dari caranya yang represif dalam mempertahankan provinsi yang ke 27 dulu dari
NKRI dan kini telah memisahkan diri dengan Indonesia. Provinsi Timor Timur yang
kini telah menjadi Negara Timur Leste. Dalam mempertahankan Timor Timur, pola
represif Soeharto lagi-lagi didukung penuh oleh pemenang perang dunia II,
dengan imbal balik perusahaan Freeport di Papua dan Newmont di Nusa Tenggara yang
mendunia itu. Soeharto pula yang menjadikan Indonesia sebagai bagian dari
kapitalisme global. Di mana segala hal ditentukan oleh pasar, para pemilik
modal kapital. Soeharto telah turut juga memberengus makanan khas lokal dengan program
nasionalisasi beras dan nasionalisasi pupuk anorganik. Makanan warisan nenek
moyang nusantara yang vareatif itu tergeser menjadi makanan yang di-cap tidak
modern dan makanannya orang miskin. Sehingga semua orang terbondong-bondong
untuk mengkonsumsi beras dan meninggalkan makanan pokoknya. Mengingat tidak
semua tanah di Indonesia dapat tumbuh beras secara subur, maka pemerintahan
Soeharto untuk memenuhi kebutuhan beras nasional harus ngimpor dari Negara lain.
Langganan Indonesia dari dulu sampai sekarang dalam soal impor mengimpor ini
adalah Negara tetangga yaitu Vietnam dan Thailand. Keuntungan pemerintahan
Soeharto, ia turut dapat ambil untung dari dinamika harga beras yang ditentukan
oleh pasar. Dalam hal pupuk, juga terjadi hal demikian. Pemerintahan Soeharto
lebih menyediakan pupuk anorganik praktis yang harganya ditentukan oleh pasar daripada
melanjut-kembangkan pemupukan organik yang diwariskan nenek moyang. Keberhasilan
Soeharto tatkala semua hal yang menyangkut hajat hidup orang banyak sejak
bangun tidur sampai mau tidur kembali harus digantungkan kepada pasar.
Bagi saya, supersemar hanya satu
dari sekian ribu rangkaian dalam membumikan faham-faham kapitalisme global. Dan
siapa yang melawan arus ini, harus siap-siap untuk disingkirkan kemudian
dibumihanguskan.
Unsuri, 16 Maret 2015
Komentar
Posting Komentar
Terima kasih telah berkenan memberi komentar...