Polemik Jabatan Apel di Lenteng Barat Lenteng Sumenep

image: indeks.co.id

Sudah lama penulis mendengar soal polemik ini. Tapi, soal Kepala Desa Lenteng Barat dilaporkan ke Polda Jatim, baru dapat kabar sekira satu minggu lalu dari teman, saat berteduh sebab hujan kemudian beli telur puyuh di tokonya Ikchlil.

Kesempatan menulisnya baru malam ini karena kalau di hari aktif penulis sibuk menjadi "kuli".

Tulisan ini penulis hadirkan sebagai pencerahan. Utamanya dalam konteks jabatan Apel. Apel, dalam istilah orang Jawa biasa disebut Kasun; Kepala Dusun. Ia masuk rumpun perangkat desa.

Apel, berdasarkan UU 6/2014 tentang Desa, termasuk sebagai perangkat desa. Karena posisinya sebagai perangkat desa, maka, sesuai Pasal 26 ayat (2) UU tersebut, "Kepala Desa berwenang mengangkat dan memberhentikan perangkat desa". Jadi, jika kepala desa ingin mengganti perangkat desa, sah secara hukum.

Turunan dari UU 6/2014, mulai Peraturan Pemerintah (Permen) 43/2014 tentang Peraturan Pelaksanaan UU 6/2014 tentang Desa dan Peraturan Menteri Dalam Negeri (Per Mendagri) 83/2015 tentang Pengangkatan dan Pemberhentian Perangkat Desa, dalam konteks pengangkatan dan pemberhentian perangkat desa, memosisikan camat atas nama bupati dengan peran maksimalnya hanya sampai di rekomendasi. Jika tidak dapat rekomendasi dari Camat, kepala desa melaksanakan seleksi ulang dalam memilih perangkat desa. Tapi dalam konteks mengangkat dan memberhentikan perangkat, sekali lagi, tetap menjadi prerogatif kepala desa.

Klir.

Nah, kali ini, Kepala Desa Lenteng Barat dilaporkan ke Kepolisian Daerah (Polda) Jawa Timur oleh perangkat Desa Lenteng Barat yang umumnya diberhentikan oleh Kapala Desa dengan Pasal pemfitnahan.

Sebelum masuk kepada pokok tulisan soal laporan ke kepolisian ini, perlu pembaca tahu, bahwa Desa Lenteng Barat baru menghelat pemilihan kepala desa. Pemenangnya petahana. Nah, yang melapor ke Polda ini rata-rata dan/atau inisiatornya adalah perangkat desa dari kades sebelumnya yang dalam laga Pilkades kalah. Laporan ke Polda soal fitnah ini buntut dari polemik yang pada prinsipnya mereka menolak diberhentikan sebagai perangkat desa. Laporan ke Polda ini, dugaan kuatnya adalah sebab motif pemberhentian tersebut.

Berdasarkan dua link berita berikut yang tulisannya mirip; link (1) dan link (2), Kepala Desa Lenteng Barat dilaporkan ke Polda Jatim karena diduga menfitnah para perangkat desa tersebut.

Berdasarkan info yang beredar, Kepala Desa Lenteng Barat mengadu kepada Camat Lenteng terkait dugaan hal yang telah dilakukan oleh pelapor selama sebagai perangkat desa. Kemudian keterangan Camat Lenteng terkait aduan tersebut yang dijadikan landasan pelapor untuk melaporkan Kepala Desa Lenteng Barat ke Polda Jatim.

Saya rasa, karena Kepala Desa mengadu kepada Camat Lenteng, maka menjadi tanggung jawab Camat Lenteng lah untuk melakukan pemeriksaan, pendalaman dan bila perlu melibatkan Inspektorat terkait dalam memastikan kebenaran aduan tersebut.

Kepala Desa Lenteng Barat, versi pelapor, menuduh. Padahal, menurut Camat Lenteng yang diperkuat oleh pemberitaan media online, Kepala Desa Lenteng Barat mengadu dan/atau melapor ke Camat Lenteng kemudian Camat Lenteng menjelaskan poin-poin aduan tersebut di depan perangkat Desa Lenteng Barat yang meminta klarifikasi.

Bung, aduan dan tuduhan itu beda terminologi. 😁

Kepala Desa Lenteng Barat dilaporkan ke Polda Jatim karena dianggap menuduh perangkatnya melakukan tiga hal; Pertama, melakukan tarikan Rp 300rb dalam program Prona 2013. Kedua, mempersempit jalan desa. Ketiga, terlibat bondet.

Dalam konteks tarikan Rp 300rb, ini sangat menarik. 😁

Dalam konteks bondet, karena korban bondet dalam pengawalan kasusnya didiskusikan ke saya, saya banyak tahu. 😁

Harapan saya, perkara ini dapat terselesaikan secara baik tanpa dibikin keruh sampai berseteru ke ranah hukum, dibicarakan dari hati ke hati.

Lagi pula, menjadi kepala desa itu, karena jabatan politik, mahal harganya. Sedangkan jabatan Apel, karena tidak melalui proses politik, tidak mahal-mahal amat.

Apel pilihan Kepala Desa Lenteng Barat yang baru, barangkali sebagai salah satu sikap balas budinya kepada mereka yang telah "berdarah-darah" memenangkannya saat laga Pilkades lalu itu. Saya rasa itu lumrah dan wajar.

Menurut saya, jabatan Apel tak ubahnya posisi menteri bagi presiden. Anda tahu, saat presiden baru, bahkan presiden menjabat sampai dua periode sekali pun, menteri-menterinya pasti dilakukan kocok ulang; ada yang dipertahankan, ada yang diganti.

Sebaiknya, kawal kades dan perangkatnya agar proporsional dan profesional dalam melaksanakan program desa, utamanya infrastruktur yang masih "babak belur". Kawal supaya tidak dikorup!

Sabar, tata baik-baik dan jadilah penantang kades saat ini saat Pilkades datang lagi. Jabatan kepala desa tidak selamanya, kok. Kumpulkan dan pusatkan kekuatan dalam mempersiapkan diri maju sebagai kades. Bagi saya, itu lebih kongkrit. "Bertarung"-lah secara fair dalam merebut hati rakyat melalui Pilkades.

Tapi, bila pelapor tetap kencang tak mau bicara dari hati ke hati, saran saya kepada Kepala Desa Lenteng Barat terpilih, lawan! Karena melawan adalah satu-satunya pilihan.

Salam,

0 Komentar