![]() |
image: jatimtimes.com |
Saat ini kita umat Islam tengah merayakan Idul Fitri. Momentum di mana kita mendeklarasikan diri sebagai pribadi yang suci setelah satu bulan penuh melaksanakan puasa.
Idul Fitri adalah puncak dari ibadah puasa Ramadhan. Idul Fitri adalah kembalinya kesejatian diri sebagai manusia suci. Ikhtiar untuk mengembalikan diri pada kesejatian yang suci bagi sebagian orang sudah terjadi sejak sebelum masuk Bulan Ramadhan. Pada Bulan Rajab dan Sya’ ban, kita sudah disunahkan berpuasa walaupun tidak sebulan penuh. Puasa ini dikenal dengan istilah puasa tarbiah; puasa latihan menjelang melaksanakan puasa wajib selama bulan Ramadhan.
Puasa adalah Toriqoh dan/atau jalan kita dalam mengembalikan kesejatian diri sebagai manusia suci. Puasa secara fisik adalah kegiatan menahan makan-minum sejak terbitnya matahari sampai terbenam. Mengapa kegiatan menahan ini dimulai dari makan-minum? Karena makan-minum adalah "bahan bakar" utama energi fisik. Makan-minum menjadi pintu pembuka dalam "mengenal" dan "menikmati" dunia yang sejatinya cukup dinikmati sekedarnya ini.
Puasa mendidik kita tentang kesederhanaan, cukup sekedarnya dalam "menikmati" dunia. Puasa menggiring kita agar berperilaku proporsional dan tidak berlebih-lebihan. Puasa mengasah kepekaan hati dalam membangun kepedulian atas sesama makhluk hidup yang lemah. Puasa berperan penuh dalam menekan sikap-sifat diri yang kerap melampaui batas, berlebih-lebihan, sombong, egois dan angkuh dengan cara sederhana yaitu mengurangi energi atas fisik yang jelas dihasilkan dari kegiatan makan-minum yang dijeda sejak matahari terbit sampai terbenam.
Puncak dari puasa ini, menjelang Salat Sunah Idul Fitri ditegakkan, kita umat Islam yang merdeka diwajibkan mengeluarkan sekira 2,5 kilo gram bahan pangan utama seperti beras, jagung, gandum dan/atau makanan pokok lainnya yang dalam keseharian kita konsumsi. Tindakan tersebut kita kenal dengan sebutan Zakat Fitrah. Zakat Fitrah ini masuk kategori zakat konsumtif berupa pangan yang kemudian dibagi-bagikan kepada orang yang belum merdeka seperti fakir dan miskin.
Puasa, Zakat Fitrah, Salat Tarawih dan segala amalan-amalan lain yang disyariatkan selama Bulan Ramadhan, sejatinya hadir sebagai media asah dalam mengembalikan kesejatian kita yang suci agar mampu menahan dan mengendalikan sikap-sifat buruk kemudian mengarahkan kepada hal-hal baik.
Syariat ini di-setting wajib karena bagi orang seperti saya yang dalam beribadah masih kalkulatif ini memang perlu dipaksa kemudian diiming-imingi hadiah yang dalam istilah lain kita kenal dengan pahala. Padahal jelas, out put dari amaliah wajib selama sebulan penuh ini agar harkat dan martabat kita sebagai "insan" dapat terus lebih baik. Hidup tak hanya sekedar menjalankan posisi sebagai "basyar". Insan, Manusia berakal, beriman dan berperilaku baik. Basyar, perilaku sebagaimana makhluk hidup lain seperti makan, minum, tidur, dlsb.
Selanjutnya, karena proses pengembalian pada kesejatian diri sudah dilaksanakan sebulan penuh selama Ramadhan, maka, pada momentum Idul Fitri kali ini, kita layak memanjatkan puja-puji dengan kalimat tahmid dan takbir sebagai wujud syukur. Syukur karena telah melalui proses penyucian dalam menempa diri menjadi insan dan upaya mencapai drajat Taqwa.
Sebagai pribadi yang tengah berikhtiar mengembalikan kesejatian diri agar kembali suci, melalui tulisan ini, saya memohon maaf atas segala salah dan khilaf. Semoga kita bisa istikamah di dalam usaha memperbaiki diri ini dengan tetap berpegang pada prinsip “ihdinasshirotol mustaqiem” atas Tuhan yang maha esa.
Minal Aidin wal-Faidzin
Mohon Maaf lahir & batin.
Salam,
0 Komentar
Terima kasih telah berkenan memberi komentar...