Mendudukan Demonstrasi oleh PMII Pamekasan secara Proporsional


Di Pamekasan, ada 320 tambang galian C yang disoal oleh Aktivis Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Pamekasan sebab diduga ilegal dan liar. Tujuan inti gerakan aksi sahabat-sahabat PMII kemarin (25/6), agar galian C yang diduga ilegal dan liar itu dievaluasi bahkan bila perlu ditutup.

Penulis belum membaca laporan, bahkan bila perlu riset yang dilakukan oleh PMII Pamekasan mengenai 320 tambang galian C yang diduga ilegal dan liar itu. Masalah utamanya apa dan bagaimana narasi akademisnya yang kemudian menyimpulkan bahwa 320 tambang galian C itu diduga ilegal dan liar. Bila ada laporan atau riset mengenai ini, tolong kabari, di mana penulis dapat membacanya.

Selain itu, penulis tertarik pada isi kajian sahabat-sahabat mengenai masalah ini, rekomendasi apa saja yang hendak diusulkan ke pemerintah Kabupaten Pamekasan yang bupatinya, Badrut Tamam, juga berlatar aktivis PMII, sebelum kemudian meminta agar pemerintah Kabupaten Pamekasan menutup tambang galian C yang diduga ilegal dan liar itu.

Sudahkah PMII Pamekasan secara kelembagaan menyurati Bupati Badrut Tamam, menyampaikan hasil kajiannya mengenai tambang galian C yang diduga ilegal dan liar itu?

Sudahkah pula, sahabat-sahabat PMII Pamekasan menemui Badrut Tamam dalam kapasitasnya sebagai senior PMII, mengemukakan hasil kajiannya soal tambang galian C yang diduga ilegal dan liar itu sembari memperteguh dan meyakinkan beliau bahwa tindakan PMII dalam pengawalan masalah tambang ini adalah wujud kongkret implementasi ajaran Nilai Dasar Pergerakan (NDP) PMII yang bertumpu di atas, "Hablum minal alam" selain "Hablum minallah dan minan nas"?

Dilihat dari status Facebook-nya Badrut Tamam yang kini sudah dihapus tapi berhasil di-skrinsut kemudian viral itu, sahabat-sahabat PMII Pamekasan penulis duga belum melakukan langkah-langkah sebagaimana narasi di atas.

Demonstrasi adalah ciri khas aktivis. Demonstrasi adalah bagian dari ekspresi kebebasan berpendapat dan berserikat sebagaimana amanah Pasal 28 Undang-Undang Dasar (UUD) 1945.

Mengamati demonstrasinya sahabat-sahabat PMII Pamekasan kemarin, menurut penulis, masih terjebak pada pola demonstrasi gaya lama di mana media sosial belum menjadi life style dan para aktivisnya masih belum berkenalan dengan skin care; Rusuh, keos, hantam-hajar, bakar ban, teriak-teriak sarkasme, orasi ber-nash-nya terbatas dan yang banyak justru berisi sumpah-serapah bahkan ujaran rasisme, menghina dan mengejek. Orangnya kumus-kumus, belum kinclong karena belum bersentuhan dengan skin care.

Menurut penulis, dalam mengemukakan pendapat, saat ini sudah mudah, tidak seberat zaman dulu, zaman di mana penulis masih menjadi aktivis mahasiswa, belum memiliki sarana mudah untuk menyampaikan aspirasi. Maka dari itu, dulu, menyampaikan aspirasi di depan publik kerap menggunakan TOA dan untuk mendapatkan perhatian media mainstream, seperti koran dan televisi, kerap men-setting aksi dengan sambil bakar ban dan sedikit ekstrem seperti lempar-lemparan suatu hal.

Nah, kini, kita sudah berada di zaman di mana media tak hanya koran cetak dan televisi untuk mempublikasi gerakan demonstrasi. Media sosial dan wartawan koran online sudah mudah dijumpai dan juga bisa dijadikan "alat" dalam menyampaikan aspirasi. Pemberitaan, kini sudah tak lagi dimonopoli oleh satu-dua orang melalui televisi maupun koran cetak, pemberitaan kini juga sudah bisa dilakukan oleh diri kita sendiri dengan cukup memaksimalkan kanal-kanal media sosial yang sudah menjadi life style itu.

Melihat perkembangan demonstrasi kemarin oleh PMII Pamekasan, pemberitaan dan hiruk ramai media sosial mulai tergiring ke arah bentrok berdarah antara demonstran dan polisi. Ada yang bersuara, tindak tegas oknum polisi yang telah menyebabkan beberapa demonstran terluka. Ada pula yang mencoba meng-counter, bahwa bentrok itu tidak semata kesalahan polisi yang bertugas mengamankan dan mengawal para demonstran, tapi juga karena sikap beberapa demonstran yang melemparkan benda keras ke arah polisi, yang bertugas mengamankan demonstrasi.

Sobat, jika yang dibesarkan-besarkan dalam aksi kemarin adalah bentroknya, bukan seruan inti di balik dilakukannya demonstrasi tersebut yaitu evaluasi atas tambang galian C yang diduga ilegal dan liar, maka yang “tepuk tangan” justru para pengusaha dan/atau pihak-pihak yang diuntungkan dengan cara melawan hukum di balik tambang galian C yang diduga liar dan ilegal itu.

Dalam konteks bentrok, penulis rasa sudah hal ke sekian, tak perlu dibesar-besarkan. Bila perlu sebaiknya berdamai saja. Berunding dengan polisi agar terus dikawal dalam menyampaikan aspirasi sampai aspirasi tersebut benar-benar ditindaklanjuti. Toh misal pun didorong untuk diusut tuntas, pembuktiannya berat dan tidak mudah. Tindakan polisi yang diduga melakukan pemukulan itu bisa berlindung di bawah narasi pengamanan massa aksi sedangkan pemicu dari tindakan pemukulan itu bisa karena massa aksi mulai ekstrem anarkis melemparkan benda keras ke arah polisi. Untuk menemukan siapa yang memulai, sepanjang pengalaman penulis sebagai aktivis yang dulu-dulu juga kerap melakukan demonstrasi, sungguh berat dan tidak mudah.

Sebaiknya, mari dorong agar sahabat-sahabat PMII Pamekasan tetap strong dalam melakukan pengawalan berbasis riset dan narasi akademis, agar 320 tambang galian C yang diduga ilegal dan liar itu, ditindaklanjuti oleh Pemerintah Kabupaten Pamekasan. Toh Bupati Pamekasan juga eks aktivis PMII kan? 

Mari "bantu" Badrut Tamam dalam mewujudkan "Pamekasan Hebat" dengan, salah satunya, agar beliau berkenan mengevaluasi tambang galian C yang diduga ilegal dan liar itu sesuai dengan prosedur hukum yang berlaku atau tidak. Jika tambang galian C itu sesuai prosedur hukum, insyaAllah kegiatan usaha itu tidak mengancam keselamatan siapa pun dan sudah pasti turut andil dalam mewujudkan "Pamekasan Hebat". Tapi apabila tidak, "hajar" terus sampai tambang galian C yang diduga ilegal dan liar itu ditindaklanjuti sesuai mekanisme hukum dan/atau aturan yang berlaku.

Salam,
Duko Barat,
25 Juni 2020
23:30 WIB